Selasa 16 May 2023 10:37 WIB

Ruas Jalan Kerap Rusak? Ini yang Harus Diperhatikan Pemerintah

Tiap pilihan jenis jalan memiliki kekurangan dan kelebihan.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Pekerja bagian pemeliharaan dan perbaikan jalan menambal jalan berlubang di jalur Ungaran-Temanggung-Wonosobo Desa Jumo, Temanggung, Jawa Tengah.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Pekerja bagian pemeliharaan dan perbaikan jalan menambal jalan berlubang di jalur Ungaran-Temanggung-Wonosobo Desa Jumo, Temanggung, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Perbaikan dan pembangunan jalan menjadi bahasan di berbagai media sosial Indonesia. Hal ini dimulai dari jalanan yang rusak hingga perbaikan dalam waktu semalam.

Merujuk kondisi tersebut, maka wajar ada banyak yang bertanya tentang bagaimana membangun sebuah ruas jalan yang cocok dan awet? Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Alik Ansyori Alamsyah, turut memberikan tanggapannya.

Menurutnya, sebelum memperbaiki jalan, pemerintah harus melihat berbagai aspek. "Misalnya saja lalu lintas harian rata-rata (LHR), daya dukung tanah, hingga beban repetisi dari jalan tersebut," kata Alik.

Ia mencontohkan wilayah Lampung yang sering dilintasi kendaraan berat. Hal ini berarti tidak bisa membangun ulang jalan dalam waktu yang cepat.

Dalam praktiknya, perencanaan pembangunan jalan tidak bisa sesederhana itu. Pemerintah harus mengetahui beban repetisi jalan yang akan dibangun sebelum menentukan ketebalan jalan.

Adapun beban repetisi adalah hitungan pengulangan beban per-harinya dari sebuah jalan. Menurut Alik, jalan di Lampung tidak begitu cocok menggunakan flexible pavement.

Hal ini dikenal sebagai pengerasan dengan campuran aspal sebagai lapis permukaan tanah dan bahan berbutir sebagai pelapis bawah. Ia menyarankan agar pembangunan itu menggunakan rigid pavement (kekerasan kaku).

Berbeda dengan flexible pavement, rigid pavement menggunakan pelapis semen sebagai bahan pengikatnya dan pelat beton yang diletakkan di bagian bawah sebagai bahan alasnya.

"Jadi bentuknya seperti cor. Meski demikian, hal ini harus mempertimbangkan ketebalannya, berapa dan data lalu lintas kendaraan per harinya,” jelasnya.

Ia juga menyebut, LHR memiliki peran penting untuk usia jalan yang dibangun. Hal ini biasanya umur rencana dari rigid pavement bisa bertahan hingga 20 tahun. Ini berbeda dengan flexible pavement yang harus dirawat sekitar tiga sampai empat tahun sekali.

Meskipun demikian, tiap pilihan jenis jalan memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari rigid pavement adalah modal awal yang cukup besar untuk membangun ruas jalan yang sedikit.

Sementara itu, untuk flexible pavement membutuhkan modal lebih kecil. Pembangunan dengan jenis rigid pavement juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar tetapi lebih awet.

Ia menilai waktu tiga sampai empat bulan saja tidak akan selesai karena harus memperbaiki pondasinya. Artinya, ini juga harus tahu tentang daya dukung tanah terkait.

Terakhir, Alik mengatakan, perbaikan jalan trans bukan hanya tanggung jawab daerah tetapi juga ada campur tangan pemerintah pusat.

Hal itu tak lepas dari kenyataan bahwa jalan trans adalah miliki negara. Sebab itu, perawatan dan pembangunan juga harus dari negara secara langsung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement