REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal I 2023 tetap terkendali. Bank Indonesia (BI) mencatat ULN Indonesia hingga akhir Maret mengalami penurunan jika dibandingkam dengan periode yang sama tahun lalu.
"Posisi ULN Indonesia pada akhir kuartal I 2023 tercatat sebesar 402,8 miliar dolar AS, menyusut 1,9 persen yoy, melanjutkan kontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar 4,1 persen yoy," jelas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Senin (15/5/2023).
Kontraksi pertumbuhan ini bersumber dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) dan swasta. Posisi ULN pada kuartal I 2023 juga dipengaruhi oleh faktor perubahan akibat pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah.
Dari sektor publik, ULN pemerintah melanjutkan tren kontraksi pertumbuhan. Posisi ULN pemerintah pada kuartal I 2023 tercatat sebesar 194,0 miliar dolar AS, atau turun sebesar 1,1 persen yoy, lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar 6,8 persen.
Perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik seiring dengan sentimen positif pelaku pasar global yang tetap terjaga. Selain itu, terdapat penarikan neto pinjaman luar negeri multilateral yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek.
Penarikan ULN pemerintah pada kuartal I 2023 masih diutamakan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif dan belanja prioritas, khususnya untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian perekonomian global.
"Pemerintah terus berkomitmen mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel, termasuk menjaga kredibilitas dalam memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga secara tepat waktu," kata Erwin.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah mencakup antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, porsinya mencapai 24,1 persen dari total ULN pemerintah. Sementara utang dari administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib porsinya 17,9 persen.
Kemudian ada juga utang pemerintah pada sektor jasa pendidikan dengan porsi mencapai 16,8 persen, konstruksi 14,2 persen, serta jasa keuangan dan asuransi 10,2 persen. Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah.