REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyebut transaksi penggunaan mata uang lokal atau Local Currency Transaction (LCT) di perdagangan ASEAN paling banyak digunakan di sektor pariwisata.
"Saat ini memang transaksi paling besar itu di sektor pariwisata," kata Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral BKF Nella Sri Hendriyetty dalam webinar yang dipantau secara virtual di Jakarta, Rabu.
Menurut Nella, penggunaan mata uang lokal di sektor pariwisata biasanya dilakukan melalui QRIS ketika ada turis asing asal Thailand atau Malaysia yang berkunjung ke Indonesia.
Meski begitu, lanjut Nella, belum semua sistem perbankan menggunakan fasilitas tersebut. Masih perlu adanya intervensi lebih lanjut dari pemerintah untuk memperluas cakupan penggunaan mata uang lokal dalam sistem perbankan.
Di sisi lain, Nella mengatakan pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) juga masih mengkaji dampak penggunaan LCT bila digunakan secara masif dalam transaksi perdagangan ASEAN.
"Kami juga sedang menganalisis apa saja kebijakan-kebijakan fiskal yang bisa mendukung penerapan Local Currency Transaction (LCT) ini sehingga bisa mendorong volume perdagangan di ASEAN," jelas Nella.
Indonesia, sebagai Ketua ASEAN 2023, mendorong kerja sama penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan secara bilateral atau Local Currency Transaction (LCT).
Pemakaian mata uang lokal negara ASEAN diharapkan dapat memperkuat stabilitas mata uang masing-masing negara anggota dan mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Langkah tersebut merupakan strategi antisipasi untuk menjaga stabilitas ekonomi dan netralitas ASEAN di tengah tantangan perekonomian global dan konflik yang terus terjadi di dunia.
Penggunaan mata uang lokal negara ASEAN diharapkan juga akan membuat keragaman di dalam komposisi cadangan devisa. Hal itu akan memberikan perlindungan tambahan pada negara-negara anggota ASEAN terhadap risiko volatilitas mata uang dan menambah kekuatan ekonomi kawasan.