REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang mematangkan rencana penunjukan marketplace sebagai agen pemungut pajak. Adapun rencana ini merupakan implementasi dari Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
UU HPP memuat tax withholding policy yang memungkinkan pemerintah untuk mengalihkan pemotongan atau pemungutan pajak dari wajib pajak, dengan cara menunjuk platform untuk menjadi pihak yang dapat memungut pajak pertambahan nilai atas barang yang dijual marketplace dan memotong pajak penghasilan atas penghasilan penjual yang telah berstatus pengusaha kena pajak.
Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bonarsius Sipayung mengatakan aturan teknis dan substansi akan dimuat dalam rancangan peraturan menteri keuangan yang masih dalam proses pembahasan.
“Rancangan peraturan menteri keuangan rencananya rampung pada semester I tahun ini,” ujarnya dalam keterangan tulis, Kamis (13/4/2023).
Menurutnya pemerintah mengutamakan kemudahan dan edukasi perpajakan bagi UMKM digital, sebelum menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut pajak. Dalam hal ini, alih-alih menunjuk menjadi pemungut, Ditjen Pajak dapat bekerja sama dengan marketplace sebagai fasilitator untuk mempermudah penghitungan pajak dengan menyediakan fitur penghitungan pajak dan memperbanyak kanal edukasi.
Selain itu, kebijakan ini juga harus diimplementasikan secara bertahap dengan waktu transisi yang cukup, sehingga tidak menimbulkan regulatory shock baik terhadap platform maupun terhadap pelaku UMKM.
“Apalagi, marketplace berbasis sistem UGC memiliki keterbatasan dalam mengidentifikasi barang terutang PPN dan barang bebas PPN seperti sembako,” ucapnya.
Skema tax withholding telah diterapkan lebih dulu beberapa negara dan menunjuk platform marketplace sebagai pemungut pajak atas transaksi yang terjadi di dalam platform atau disebut sebagai marketplace facilitator tax. Negara-negara yang masih dan pernah menerapkan aturan ini antara lain Amerika Serikat sejak 2019, India sejak 2020 serta Vietnam pada 2021.
Sebagai contoh, beberapa platform e-commerce asing yang beroperasi dan berperan sebagai marketplace facilitator tax di Vietnam antara lain Lazada Vietnam, Shopee Vietnam serta TikTok Shop Vietnam. Maka itu, platform e-commerce di Indonesia yang juga beroperasi berbagai negara dinilai lebih siap dalam menjadi agen pemungut pajak karena telah memiliki pengalaman, kapasitas, dan infrastruktur yang lebih memadai dalam menangani pajak penggunanya.
Sementara itu Ketua Umum Komunitas UMKM Naik Kelas Nasional, Raden Tedy menilai penerapan pajak di e-commerce di Indonesia tidak bisa dipaksakan dan harus menunggu kesiapan industri e-commerce. Apalagi sektor keuangan dalam negeri masih dalam proses pemulihan.
"Saya rasa yang di Indonesia pemungutan pajak e-commerce harus yang sudah siap dulu, yang sudah siap tenaganya yang sudah besar e-commerce-nya dan pasti umkm juga harus siap," ucapnya.
Dia mencontohkan, e-commerce bentukan Komunitas UMKM Naik Kelas yakni INA Market merasa belum siap akan implementasi kebijakan tersebut. Apalagi, berdasarkan riset Komunitas UMKM Naik Kelas Nasional, sebanyak 42 persen UMKM masih dalam masa recovery.
Namun demikian, pihaknya berharap kebijakan tersebut dapat dilaksanakan secara bertahap antara lain melalui e-commerce asing terlebih dahulu. Sebab, penerimaan pajak e-commerce cukup tinggi sejalan dengan transaksi yang semakin meningkat.
“Pada akhirnya, apabila penunjukan platform yang sebelumnya telah menerapkan kebijakan agen pemungutan pajak di negara lainnya berjalan lancar, maka platform lokal asal Indonesia juga dapat mencontoh dan turut ditunjuk menjadi agen pemungut pajak,” ucapanya.
Guru Besar Ilmu Administrasi Perpajakan Universitas Indonesia Haula Rosdiana menambahkan withholding tax e-commerce harus dipikirkan betul dan seksama. Menurutnya, dalam pajak terdapat pemotongan dan pemungutan. Pemotongan biasanya diambil dari penghasilan, sedangkan pemungutan dari pajak tidak langsung.
“Diperlukan sosialisasi dan pelatihan kepada para UMKM agar lebih memahami aturan perpajakan. Mereka harus punya kapabilitas perpajakan, baru kebijakan itu diterapkan,” ucapnya.