Senin 03 Apr 2023 16:24 WIB

Melambat, Indeks Kepercayaan Industri 51,87 pada Maret 2023

IKI pada Maret 2023 dinilai masih menunjukkan nilai ekspansi.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja melakukan bongkar muat peti kemas dengan menggunakan alat berat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (14/4/2022). Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Maret 2023 dinilai masih menunjukkan nilai ekspansi. Meski mengalami sedikit perlambatan dibandingkan Februari 2023.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Pekerja melakukan bongkar muat peti kemas dengan menggunakan alat berat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (14/4/2022). Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Maret 2023 dinilai masih menunjukkan nilai ekspansi. Meski mengalami sedikit perlambatan dibandingkan Februari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Maret 2023 dinilai masih menunjukkan nilai ekspansi. Meski mengalami sedikit perlambatan dibandingkan Februari 2023. 

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjelaskan, itu karena sektor industri masih dibayangi penurunan permintaan global akibat tantangan tekanan geopolitik dan inflasi global yang mendorong kenaikan suku bunga. 

Baca Juga

Di sisi lain, pelonggaran pembatasan Covid-19 di China membantu memperbaiki kendala rantai pasokan dan mengurangi tekanan harga bahan baku global. “Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Maret 2023 mencapai 51,87, melambat 0,45 poin dibandingkan Februari 2023,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan resmi Kemenperin yang dilansir pada Senin (3/4/2023).

Situasi tersebut, kata dia, sesuai laporan perusahaan industri yang menunjukkan kegiatan industri pada Maret mengalami sedikit penurunan. Terdapat 14 subsektor industri yang mengalami ekspansi dengan share 80,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas. 

Dari 14 subsektor tersebut, subsektor Reparasi dan Pemasangan Mesin/Alat mengalami perubahan fase dari kontraksi ke ekspansi. Hanya saja, terdapat pula tiga subsektor yang mengalami perubahan fase dari ekspansi ke kontraksi. 

Ketiga subsektor tersebut yaitu Industri Karet, Barang Karet dan Plastik, Industri Barang Galian Bukan Logam, dan Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik. Febri menjelaskan, jika dilihat dari komponen pembentuknya, seluruh variabel pembentuk mengalami perlambatan.

Lalu, variabel Pesanan Baru melambat dari 52,81 menjadi 51,33, variabel Produksi melambat dari 51,37 menjadi 50,69, dan variabel Persediaan Produk meningkat dari 52,51 pada Februari 2023 menjadi 55 pada Maret 2023. Peningkatan nilai variabel persediaan produk menandakan persediaan berbagai produk manufaktur terserap di pasar.

Perlambatan nilai IKI pada Maret 2023 utamanya masih didominasi oleh pesanan domestik. Selain itu, mayoritas komoditas unggulan menunjukkan tren penurunan harga, meski masih lebih tinggi dibandingkan 2020 saat pandemi. Hanya harga minyak kelapa sawit yang naik dibanding bulan sebelumnya dan nikel yang lebih tinggi dari rata-rata harga pada 2022.

“Meski demikian, pada Maret 2023 terdapat 47,3 persen pelaku usaha yang menyatakan kondisi kegiatan usahanya stabil dan sebanyak 27,3 persen pelaku usaha yang menyatakan kondisi kegiatan usahanya mengalami peningkatan,” ujar Jubir Kemenperin.

Demikian pula, lanjutnya, dengan optimisme berusaha para pelaku usaha dalam enam bulan ke depan.

Febri menjelaskan, sebanyak 63,49 persen pelaku usaha menyatakan optimis dan 26,06 persen pelaku usaha menyatakan stabil terhadap kondisi usaha industri selama enam bulan ke depan. Hal ini juga dapat dilihat dari tingkat pesimisme pelaku usaha yang mengalami penurunan dari 10,81 persen pada Februari 2023 menjadi 10,46 persen pada Maret 2023.

Optimisme pelaku usaha kondisi pasar akan membaik, didukung oleh kebijakan pemerintah pusat yang lebih baik sebagaimana laporan perusahaan industri.

Kontraksi dan ekspansi industri

Jika dilihat secara subsektornya, pada Maret ini terdapat beberapa subsektor yang terdampak aktivitas jelang puasa dan hari raya, seperti industri makanan dan minuman atau kebutuhan primer dengan ekspansi yang semakin tinggi. 

Hanya saja, beberapa subsektor yang terkait kebutuhan sekunder masih mengalami kontraksi dan beberapa lainnya mengalami perlambatan. Industri pakaian jadi, dan industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki yang masih dalam kondisi kontraksi walau tidak sedalam bulan sebelumnya. 

Demikian pula dengan industri barang galian bukan logam yang sebagian besar produknya merupakan material konsumsi. Kontraksi di kelompok industri ini dinilai akibat berhentinya aktivitas pembangunan konstruksi di awal Ramadhan. 

Diharapkan, subsektor tersebut akan meningkat nilai IKI nya menjelang Hari Raya. Berbeda dengan subsektor di atas, industri komputer, barang elektronik dan optik mengalami kontraksi akibat masalah kesulitan bahan baku. Alasan sama terjadi pada beberapa subsektor lainnya yang mengalami penurunan nilai IKI. 

Direktur Industri Kimia HIlir dan Farmasi Saiful Bahri mengatakan, industri karet barang dari karet yang juga mengalami kontraksi disebabkan adanya proses bisnis pada industri ban yang merupakan kontributor terbesar subsektor barang karet. Pada awal tahun, distributor ban mengurangi pesanan demi menghabiskan stok yang tersedia.

Sementara di industri agro, kontraksi industri furnitur disebabkan oleh resesi ekonomi yang dialami oleh beberapa negara tujuan utama ekspor seperti Eropa dan Amerika. Gun mengangkat kinerja ekspor produk furnitur, Kemenperin menjalankan program restrukturisasi yang masih berjalan pada 2023. Selain itu, untuk menjamin bahan baku, telah dibuat pusat bahan baku dan akan dilakukan penetrasi pasar ke berbagai negara potensial yang belum tergarap, seperti India dan Timur Tengah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement