Jumat 31 Mar 2023 12:44 WIB

Indonesia Dorong Deklarasi ASEAN untuk Capai Emisi Nol Bersih

Porsi EBT pada bauran energi dalam jangka pendek ditargetkan bisa mencapai 23 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan sambutan saat pembukaan kegiatan G20 Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM) di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (2/9/2022).
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan sambutan saat pembukaan kegiatan G20 Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM) di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (2/9/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memulai kick-off keketuaan Indonesia dalam ASEAN untuk sektor energi, Jumat (31/3/2023). Dalam keketuaan kali ini, Indonesia mendorong komitmen ASEAN untuk satu suara dalam mencapai net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih.

"Kami mendorong ASEAN untuk mendeklarasi NZE pada Asean Minister Energy Meeting (AMEM) ke-41 pada Agustus 2023," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif, di Jakarta, Jumat (31/3/2023).

Baca Juga

Arifin menyampaikan, kawasan ASEAN tercatat punya sumber energi baru terbarukan atau EBT hingga lebih dari 17 ribu gigawatt. Sumber tersebut bisa digunakan untuk mencapai sejumlah target dalam mengurangi emisi karbon.

Lewat kerja sama negara-negara ASEAN, porsi EBT pada bauran energi dalam jangka pendek ditargetkan bisa mencapai 23 persen dan porsi EBT di kapasitas pembangkit masing-masing sebsar 35 persen pada 2025.

Adapun untuk jangka panjang bisa dicapai emisi nol bersih sekitar tahun 2050. Adapun, Indonesia sendiri telah menargetkan akan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 mendatang dengan penggunaan EBT secara penuh.

"Komitmen ini akan menjadi dasar roadmap NZE ASEAN sebagai rencana aksi transisi energi yang adil, terjangkau, handal, dan berkelanjutan dengan prinsip 'no one left behind' sesuai kondisi ekonomi dan sosial serta prioritas masing-masing negara ASEAN," kata Arifin.

Namun, Arief menyampaikan, untuk mencapai NZE, negara-negara ASEAN membutuhkan penyediaan teknologi rendah karbon berkelanjutan yang bisa diakses semua negara. Di satu sisi, diperlukan pula fasilitas pembiyaan denga bunga rendah dari berbagai sumber.

Laporan Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) mencatat, setidaknya dibutuhkan pembiayaan hingga 29,4 triliun dolar AS pada tahun 2050 untuk transisi energi dengan 100 persen EBT.

"Untuk itu diperlukan dukungan pendanaan maju dan institusi finansial global seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Asia Zero Emission Community (AZEC)," kata dia.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Jisman Parada Hutajulu, mencatat dari 10 negara anggota, baru sembilan yang sudah mendeklarasikan NZE. "Satu yang belum, yaitu Filipina. Selebihnya sudah. Tapi beda-beda tahunnya. Angka tidak sama," kata Jisman.

Jisman menambahkan, dalam keketuaan Indonesia kali ini, pihaknya juga mendorong implementasi interkoneksi energi antar negara. Itu dapat dilakukan melalui perdagangan atau jual-beli listrik lintas negara. Ia menuturkan, skema perdagangan itu sebetulnya sudah banyak dilaukan. Namun, masih dalam lingkup bilateral antar dua negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement