REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, impor ilegal pakaian bekas tidak hanya terjadi pada tahun ini. Melainkan juga pada tahun-tahun sebelumnya.
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito mengatakan, pemerintah pun sudah melakukan penindakan. "Kami sangat mendukung adanya penindakan-penindakan dan penertiban, sehingga dapat menjadi contoh baik buat kita semua," ujar dia kepada wartawan di Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Kini, lanjutnya, pemerintah berusaha meminimalisir jual beli pakaian bekas impor ilegal atau thrifting demi mengangkat produk dalam negeri. Bahkan, ia menegaskan kalau bisa tidak ada lagi aktivitas thrifting di Indonesia.
Ignatius memaparkan, ada beberapa upaya yang dilakukan Kemenperin dalam membantu pemberantasan impor ilegal pakaian bekas. Pertama, kementerian telah berdiskusi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) maupun Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) guna terus memperketat di lini depan atau hulu, agar bisa meminimalisir masuknya impor pakaian bekas.
Kedua, mengisi pasar thrifting dengan produk dalam negeri. "Kita juga menyadari segmen thrifting ada, kita bisa mengisi dengan produk dalam negeri, juga bisa menyubstitusi dengan kualitas bagus, desain bagus, dan harga yang kompetitif. Indonesia punya itu semua," jelas dia.
Kemenperin, lanjut dia, juga sudah membentuk Satuan Tugas (Satgas). Kini peran Satgas tengah dioptimalkan dan berkolaborasi bersama aparat penegak hukum, kementerian teknis, serta pemerintah daerah, untuk memerangi thrifting.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyatakan, berdasarkan analisa data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata potensi nilai impor pakaian ilegal atau unrecorded dalam lima tahun terakhir mencapai hampir Rp 100 triliun per tahun. Itu dinilai membuat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal merugi.
“Industri pakaian lokal kita jelas terpukul dengan masuknya pakaian impor ilegal ini. Bayangkan porsinya itu mengisi 31 persen pasar domestik kita. Sementara produk pakaian impor dari China porsinya 17,4 persen,” kata Teten di Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Ia menyebutkan, berdasarkan data BPS, potensi nilai impor pakaian ilegal pada 2018 mencapai Rp 89,37 triliun. Setahun berikutnya menembus Rp 89,06 triliun dan melonjak hingga Rp 110,28 triliun pada 2020. Kemudian pada 2021 dan 2022 masing-masing mencapai Rp 103,68 triliun dan Rp 104,41 triliun.