REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia mencatat nilai transaksi e-commerce sebesar Rp 476,5 triliun pada 2022. Adapun realisasi ini meningkat 18,8 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Menurut Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga industri e-commerce akan tetap tumbuh pada tahun ini. Berdasarkan laporan yang diserahkan oleh beberapa big player e-commerce, nilai transaksi digital, termasuk platform online travel agent (OTA) sebesar Rp 700 triliun.
"Dan menurut data Google dan Temasek ekonomi digital secara keseluruhan 2023 diprediksi bisa menyentuh Rp 1.100 triliun jadi ada gap Rp 400 triliun itu seluruh e-commerce," ujarnya dalam keterangan tulis, Kamis (9/3/2023).
Terkait revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 50 Tahun 2020, Bima Laga sebagai perwakilan idEA menyetujuinya karena untuk melindungi pelaku UMKM di Indonesia yang telah masuk e-commerce.
Dia mencontohkan, terkait De Minimis (Batas Minimum) di Indonesia sudah paling rendah se-ASEAN sebesar lima dolar AS. Artinya apabila membeli barang lebih dari lima dolar AS maka sudah diharuskan membayar pajak.
"Kalau kita mau menolkan De Minimis akan ada balasan atau retaliation begitu barang UMKM kita mau masuk ke negara tujuan ekspor. Kita tidak mau seperti itu. Kita tidak ingin aturan yang nanti direvisi akan menyerang balik UMKM kita," ucapnya.
Di samping itu, rencana penunjukan platform e-commerce sebagai pemungut, pemotong, dan pelapor pajak UMKM, Bima menyebut, penting untuk menerapkan aturan yang equal playing field bagi seluruh platform online.
"Kita tidak ingin nanti player-player yang tadinya berjualan anggota ekosistem tetapi ada beberapa player yang tidak bisa diterapkan, sehingga terjadi migrasi atau penjualan yang tidak adil," ucapnya.
Wakil Ketua Kadin bidang Kewirausahaan Dewi Meisari Haryanti menambahkan sebaiknya industri e-commerce dibiarkan berdinamika dahulu selama tiga sampai lima tahun. Hal ini mengingat e-commerce merupakan industri yang baru bertumbuh.
"Jadi sebaiknya pemerintah menghindari mengubah-ubah aturan terlalu sering. Produk lokal UMKM sebaiknya tidak dikenakan PPN terlebih dahulu agar bisa berkembang," ucapnya.
Menurut Dewi bentuk proteksi paling hakiki bagi UMKM yang telah go digital yakni pemberdayaan atau pendampingan, sehingga mereka kuat ketika bertanding dan menghadapi persaingan serta mampu bertahan.
"Jadi kami ingin memperluas pendampingan digital benar-benar diajarin enggak usah pakai webinar-webinar. Pendampingan ini sampai mereka benar-benar bisa. Nah kami ingin mengajak semua melakukan pendampingan digital ini," ucapnya.
Ekonom Binus University Doddy Ariefianto meminta para pelaku e-commerce tidak lagi melakukan cara-cara konvensional seperti 'bakar duit' dengan promo-promo besar, gratis ongkir, dan sebagainya.
"Kalau sekadar istilahnya gimmick main harga itu jelas strategi yang sangat konvensional dan itu tidak akan survive. E-commerce juga harus kreatif dalam membuat user experience yang berbeda, sehingga mampu bertahan dan bersaing," ucapnya.