Rabu 08 Mar 2023 20:49 WIB

BKKBN Ungkap Beberapa Perilaku yang Menjadi Kendala Penurunan Angka Stunting

Kepala BKKBN perilaku hidup bersih dan kebiasaan merokok hambat penurunan stunting

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Dr (HC) dr Hasto Wardoyo memberikan keterangan peras uasai menghadiri rakor Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Demak, yang dilaksanakan di gedung Gradhika Binapraja, kompleks Kantor Bupati Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu (8/3).
Foto: Republika/bowo pribadi
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Dr (HC) dr Hasto Wardoyo memberikan keterangan peras uasai menghadiri rakor Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Demak, yang dilaksanakan di gedung Gradhika Binapraja, kompleks Kantor Bupati Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu (8/3).

REPUBLIKA.CO.ID, DEMAK -- Habitual atau kebiasaan sebagian masyarakat untuk berperilaku yang lebih bersih dan lebih sehat masih menjadi kendala dalam program percepatan penurunan angka stunting dilapangan.

Namun begitu, ini menjadi sebuah tantangan yang harus terus diselesaikan agar target penurunan angka gagal tumbuh kembang pada anak ini dapat dicapai sesuai dengan perintah Presiden RI, Joko Widodo.      

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Dr (HC) dr Hasto Wardoyo mencontohkan, ada warga yang memelihara ikan, tetapi konsumsi ikannya masih rendah.

Ada pula mereka yang sudah punya jamban dan punya air bersih, tetapi budaya kebersihan dan hidup sehat di lingkungannya masih belum dilakukan, termasuk pengetahuan masyarakat tentang makanan yang juga masih kurang.

“Sehingga perilaku mereka tentang makanan juga kurang dan bahkan tidak pas,” ungkapnya, usai memberikan pengarahan kepada peserta rakor Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Demak, yang dilaksanakan di gedung Gradhika Binapraja, kompleks Kantor Bupati Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu (8/3).

Kemudian, lanjut Hasto, membeli telur 30 butir, agar anaknya tidak stunting, seharga Rp 60.000 untuk satu bulan saja tidak mau, tetapi rokok yang per bulan bisa mencapai Rp 600.000 dibeli.

Termasuk pengetahuan tentang risiko berhubungan seksual pada usia dini, sehingga angka kehamilan yang tidak dikehendaki masih lumayan. “Itu semua merupakan perilaku- perilaku (kebiasaan) yang masih ada di masyarakat yang menjadi tantangan untuk menurunkan angka stunting di masyarakat,” tegasnya.

Hasto juga menyampaikan, khusus di Jawa Tengah, sejumlah daerah telah mampu menunjukkan capaian yang menggembirakan dalam rangka penuunan stunting. Namun juga masih ada beberapa daerah yang harus terus diintervensi.

Seperti di Kabupaten Brebes, yang populasi penduduknya cukup besar dan jangkauan wilayahnya juga cukup berat. Selain itu, akhir- akhir ini juga ada daerah yang angka stuntingnya kembali naik, seperti Kabupaten Grobogan.

Sehingga daerah ini (Kabupaten Grobogan) juga masih perlu mendapatkan perhatian. Berikutnya adalah daerah- daerah yang pemukimannya berada di kawasan pesisir. Karena umumnya kondisi sanitasinya juga masih perlu perhatian.

“Jadi daerah- daerah ini yang menurut kami harus terus diintervensi agar target pencapaian penurunan angka stuntingnya tidak meleset,” tutur dia menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement