Senin 27 Feb 2023 13:58 WIB

Kim Jong-un Gelar Rapat Pleno Bahas Kebutuhan Pangan

Korsel sebelumnya melaporkan bahwa, situasi pangan Korut ampaknya telah memburuk.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
 Foto tak bertanggal yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) resmi menunjukkan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un berbicara selama rapat pleno Komite Sentral Partai Buruh yang berkuasa di Pyongyang, Korea Utara (diterbitkan 01 Januari 2023) .
Foto: EPA-EFE/KCNA
Foto tak bertanggal yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) resmi menunjukkan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un berbicara selama rapat pleno Komite Sentral Partai Buruh yang berkuasa di Pyongyang, Korea Utara (diterbitkan 01 Januari 2023) .

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menggelar pertemuan dengan para pejabat Partai Buruh yang berkuasa untuk membahas peningkatan ekonomi negara dan sektor pertanian. Media pemerintah KCNA pada Senin (27/2023) melaporkan, Kim mengawasi rapat pleno ketujuh Komite Sentral ke-8 Partai Buruh Korea pada Ahad (26/2/2023) saat meninjau proyek pembangunan pedesaan.

"Pada tugas yang sangat penting dan mendesak untuk menetapkan strategi yang tepat untuk pengembangan pertanian," lapor KCNA.

Baca Juga

Korea Selatan sebelumnya melaporkan bahwa, situasi pangan Korea Utara tampaknya telah memburuk. Para pejabat di Seoul menyatakan, pertemuan rapat pleno itu sebagai pengakuan de facto atas kekurangan pangan yang serius.  

Januari lalu, program 38 North yang berbasis di AS dan memantau Korea Utara, menyatakan, ketersediaan pangan kemungkinan telah turun di bawah batas minimum sehubungan dengan kebutuhan manusia yang meningkat. 

Korea Utara berada di bawah sanksi internasional yang ketat atas program senjata nuklir dan rudal balistiknya. Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Utara menutup perbatasannya karena kebijakan penguncian Covid-19. Langkah ini telah membatasi perdagangan negara tersebut.

Korea Utara telah menderita kekurangan pangan dalam beberapa tahun terakhir. Negara yang terisolasi ini juga menghadapi krisi akibat banjir dan topan, serta sanksi internasional yang ditujukan untuk mengekang program nuklir dan misilnya. Pyongyang juga menghadapi pemotongan tajam dalam perdagangan dengan Cina karena penutupan perbatasan dan penguncian Covid-19. Sebagian besar badan PBB dan kelompok bantuan Barat telah meninggalkan Korea Utara, dan Cina tetap menjadi salah satu dari sedikit sumber bantuan pangan eksternal.

Dalam sebuah komentar, surat kabar pemerintah, Rodong Sinmun, Partai Buruh yang berkuasa memperingatkan agar negara tidak menerima bantuan ekonomi dari "imperialis" yang menggunakan bantuan sebagai perangkap untuk menjarah dan menaklukkan negara penerima dan mengganggu politik internal mereka. Artikel itu muncul ketika kantor berita Korea Selatan, Yonhap pada Rabu (22/2/2023) melaporkan, sekitar 700 narapidana di tiga penjara pedesaan, termasuk di pusat Kota Kaechon telah meninggal karena kelaparan dan menderita penyakit selama dua tahun terakhir. Laporan Yonhap itu mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya.

"Adalah kesalahan mencoba meningkatkan ekonomi dengan menerima dan memakan permen beracun ini," kata komentar di surat kabar Rodong Sinmun.

Kementerian Unifikasi Korea Selatan  yang menangani urusan antar-Korea menolak untuk mengomentari laporan tersebut. Tetapi mereka mengatakan, tampaknya telah terjadi peningkatan kematian akibat kelaparan baru-baru ini di beberapa provinsi Korea Utara.

"Produksi pangan turun dari tahun lalu, dan ada kemungkinan masalah distribusi karena perubahan kebijakan pasokan dan distribusi pangan mereka," kata seorang pejabat Kementerian Unifkasi kepada wartawan.

Badan pembangunan pedesaan Korea Selatan pada Desember memperkirakan produksi tanaman Korea Utara mencapai sekitar 4,5 juta ton tahun lalu. Jumlah ini turun 3,8 persen dari 2021. Penurunan produksi pangan ini karena hujan lebat dan kondisi cuaca lainnya.

Menteri Unifikasi Kwon Young-se mengatakan, Pyongyang telah meminta Program Pangan Dunia, untuk memberikan dukungan tetapi tidak ada kemajuan karena perbedaan masalah pemantauan. Sejauh ini Program Pangan Dunia belum menanggapi permintaan komentar.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement