REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Balai Pemberdayaan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan masalah regenerasi menjadi salah satu tantangan dihadapi industri kecil dan menengah (IKM) pada subsektor alas kaki untuk bisa terus bertahan.
"Untuk beberapa, regenerasi jadi salah satu masalah juga untuk kelanjutan IKM alas kaki. Mungkin anak-anak muda melihat ini belum jadi hal yang menarik," kata Kepala BPIPI Syukur Idayati ditemui di sela pameran Jakarta Sneakers Day 2023, di ICE BSD, Tangerang, Banten, Sabtu (25/2/2023).
Namun, Idayati mengungkapkan terus melakukan kampanye dan sosialisasi soal jenama alas kaki lokal dalam banyak kesempatan. Ia bahkan mengatakan terus melakukan sosialisasi hingga ke kampus-kampus untuk memperkenalkan industri persepatuan dan prospeknya.
"Kami kampanye, sosialisasi bahkan ke kampus-kampus, khususnya ke jurusan desain produk, memperkenalkan industri persepatuan itu menarik dan jadi peluang bisnis yang sangat menjanjikan. Kami harap sosialisasi ini juga jadi problem solver (solusi masalah) alas kaki, yaitu dari desainnya," katanya pula.
Ada pula IFCC atau Indonesia Footwear Creative Competition yang mengembangkan desain sekaligus mengenalkan dan mempromosikan industri alas kaki lokal kepada masyarakat luas melalui desain, fotografi, dan videografi yang menarik.
BPIPI juga terus menggalakkan kampanye #IndonesiaMelangkah yang mengajak para pelaku industri alas kaki di Indonesia bersama-sama saling mendukung dan berkolaborasi, salah satu lewat pameran produk alas kaki.
Tidak hanya itu, untuk terus mendorong daya saing dan kualitas produk, BPIPI juga memberikan pendampingan teknis untuk mengejar kualitas produk, serta melakukan uji laboratorium untuk menjaga standar mutu, khususnya untuk kepentingan ekspor.
Salah satu jenama lokal adalah Kanky yang ikut meramaikan pasar sepatu domestik sejak 2021 lalu. Meski masih jadi pemain baru, CEO Kanky Alfonsus Ivan Kurniadi menilai pasar domestik punya potensi besar untuk berkembang terlebih dengan populasi Indonesia yang besar.
Soal kualitas, Alfonsus menilai jenama lokal kini bisa bersanding dengan jenama internasional. Terlebih kini juga sudah banyak jenama lokal yang diekspor ke pasar luar negeri.
"Meski kami baru setahun setengah, soal kualitas kami bisa kejar. Asal identitas kami jelas, banyak yang bisa bantu soal standardisasi. Ada jalan buat kualitas, termasuk dengan bantuan BPIPI," katanya lagi.
Alfonsus mengakui beberapa bagian produksi sepatu lokal memang masih menggunakan material impor. Bahkan, ia menyebut sepatu produksinya pun saat ini 10-20 persen komponennya masih diimpor.
Namun, ke depan, ia meyakini material impor seperti outsole pun bisa segera dihasilkan di dalam negeri setelah produksi alas kaki lokal semakin besar. Pasalnya, sudah ada pabrik di Indonesia yang bisa memproduksi outsole akan tetapi perlu ada industri alas kaki yang bisa menyerap produk tersebut untuk menjadi sepatu lokal.
"Perlu niat yang tulus untuk sungguh-sungguh mengembangkan industri ini," kata dia yang saat ini fokus untuk menyasar pasar domestik.