REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisaris PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Samsul Hidayat menjelaskan langkah initial public offering (IPO) yang dilakukan PGE pada tahun ini untuk bisa mendiversifikasi sumber pendanaan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengembangkan potensi panas bumi di Indonesia yang mencapai 28 ribu MW.
Samsul menjelaskan langkah ini juga sekaligus dalam mendukung rencana pemerintah dalam transisi energi. Mengingat, sebagai negara cicin api, Indonesia memiliki kekuatan dalam pengembangan panas bumi ini sebagai pendorong transisi energi.
"Tujuannya, untuk diversifikasi pendanaan capex. Bisa dimanfaatkan untuk antisipasi transisi energi. Sebab panas bumi merupakan clean energy. Ini juga momen yang tepat bagi Pertamina untuk mencari partner dalam pengembangan green energy," ujar Samsul dalam sebuah diskusi, Sabtu (18/2/2023).
Samsul juga menjelaskan saat ini dari potensi panas bumi di Indonesia baru termanfaatkan 10 persen. Dari 2.300 MW kapasitas terpasang, 1.800 MW dikelola oleh PGE, dan yang dikelola langsung oleh PGE ada 600 MW.
"Untuk itu, PGE perlu mencari pendanaan untuk meningkatkan kapasitas terpasang panas bumi," ujar Samsul.
PGE resmi melakukan penawaran saham pada tahun ini. PGE yang saat ini sudah berstatus sebagai perusahaan terbuka ini menawarkan saham per lembarnya Rp 820 hingga Rp 945.
Direktur Keuangan PGE Nelwin Aldriansyah mengatakan bookbuilding dimulai 1 Februari 2023 sampai 9 Februari. Pada 20-22 Februari, PGE melakukan public offering dengan target listing di Bursa Efek Indonesia pada 24 Februari 2023.
Nelwin menjelaskan perusahaan akan melepas sebanyak 10,35 miliar lembar saham atau sebesar 25 persen dari total saham kepada publik. Perusahaan mentargetkan bisa meraup dana sebanyak Rp 9,78 triliun. "Kami membuka penawaran dengan harga berkisar Rp 820 - Rp 945 per lembar saham," ujar Nelwin saat Public Expose di Jakarta, Rabu (1/2/2023).