Jumat 17 Feb 2023 22:27 WIB

Jarang Bergerak Ternyata Bisa Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung

Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab kematian terbesar di dunia.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Seorang pria mengalami penyakit jantung. Gaya hidup yang jarang bergerak meningkatkan risiko penyakit jantung. (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com.
Seorang pria mengalami penyakit jantung. Gaya hidup yang jarang bergerak meningkatkan risiko penyakit jantung. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar lima juta kematian per tahun di dunia diperkirakan bisa dicegah bila semua orang mulai menerapkan pola hidup aktif. Sebaliknya, penerapan perilaku hidup tak aktif atau sedentari bisa meningkatkan risiko penyakit jantung secara signifikan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Diperkirakan ada sekitar 17,9 juta kematian yang terjadi akibat penyakit jantung dan pembuluh darah pada 2019.

Baca Juga

Terkait penyakit jantung, beberapa faktor risiko yang paling umum adalah kegemukan, kebiasaan merokok, memiliki kadar kolesterol tinggi, serta diabetes. Selain itu, kurang olahraga atau penerapan pola hidup sedentari juga dapat menjadi faktor risiko penyakit tersebut.

Menurut National Health Service (NHS), perilaku tidak aktif bisa memicu terjadinya penumpukan deposit lemak atau plak di pembuluh darah. Berdasarkan sebuah studi, setiap penambahan 10 menit ekstra dari perilaku tidak aktif bisa meningkatkan risiko penyakit jantung. Perilaku tersebut juga dapat meningkatkan risiko kematian akibat semua penyebab sebesar 5,6 persen.

Sebaliknya, meningkatkan aktivitas fisik aktif sebanyak 10 menit dapat menurunkan risiko kematian hingga 6,5 persen. Temuan-temuan dalam studi terbaru ini telah dipublikasikan dalam jurnal BMC Geriatrics.

"Tingkat aktivitas fisik yang rendah dan durasi waktu sedentari yang tinggi umum ditemukan pada orang dewasa berusia lebih tua, dan kurang aktivitas fisik merupakan faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah," jelas peneliti, seperti dilansir Express, beberapa waktu lalu.

Studi ini melibatkan sekitar 660 lansia dengan rerata usia 69 tahun. Aktivitas fisik serta durasi waktu sedentari para partisipan ini diukur dengan menggunakan akselerometer yang digunakan di pergelangan tangan selama dua pekan.

Selanjutnya, tim peneliti mengukur risiko penyakit jantung dan pembuluh darah pada masing-masing partisipan dengan menggunakan skor risiko Framingham. Dari beragam data inilah, tim peneliti menemukan bahwa peningkatan perilaku sedentari, meski hanya 10 menit, bisa meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

Tim peneliti mengatakan, setiap peningkatan 10 menit aktivitas fisik ringan berkaitan dengan penurunan risiko akibat semua penyebab sebesar 6,4 persen. "Setiap 10 menit peningkatan aktivitas sedentari berkaitan dengan peningkatan risiko kematian sebesar 5,6 persen," ujar tim peneliti.

Dari temuan ini, tim peneliti menilai aktivitas fisik harian yang lebih tinggi dengan beragam intensitas berkaitan dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular pada lansia. Penurunan risiko bisa terlihat bila perilaku tersebut disertai dengan upaya menghindari perilaku sedentari.

Selain aktivitas sedentari, ada beberapa faktor lain yang diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Faktor risiko tersebut adalah kebiasaan merokok, tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, diabetes, kegemukan atau obesitas, serta memiliki riwayat penyakit jantung koroner pada keluarga.

Tanda paling umum dari penyakit jantung koroner adalah angina. Angina merupakan kondisi ketika seseorang merasa nyeri dada dan sesak napas.

Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab tersering dari serangan jantung. Bila serangan jantung terjadi, ada beberapa gejala yang mungkin muncul dan patut diwaspadai. Berikut ini adalah gejala-gejala tersebut:

1. Nyeri di area dada

2. Merasa seperti akan pingsan

3. Berkeringat

4. Sesak napas

5. Mual

6. Rasa nyeri yang menjalar ke rahang, leher, punggung, pundak, atau lengan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement