Jumat 17 Feb 2023 16:50 WIB

Khawatir Bunga AS Naik, Harga Minyak Merosot di Asia

Pengetatan kebijakan moneter AS akan menekan permintaan bahan bakar.

Kilang minyak (ilustrasi). Harga minyak berada di jalur untuk penurunan mingguan sebesar 2,5 persen pada Jumat (17/2/2023) karena data ekonomi AS yang kuat meningkatkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan semakin memperketat kebijakan moneternya untuk mengatasi inflasi.
Foto: AP Photo/Jeri Clausing
Kilang minyak (ilustrasi). Harga minyak berada di jalur untuk penurunan mingguan sebesar 2,5 persen pada Jumat (17/2/2023) karena data ekonomi AS yang kuat meningkatkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan semakin memperketat kebijakan moneternya untuk mengatasi inflasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Harga minyak berada di jalur untuk penurunan mingguan sebesar 2,5 persen pada Jumat (17/2/2023) karena data ekonomi AS yang kuat meningkatkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan semakin memperketat kebijakan moneternya untuk mengatasi inflasi. Langkah ini dinilai dapat menekan permintaan bahan bakar.

Minyak mentah berjangka Brent tergelincir 96 sen atau 1,13 persen, menjadi diperdagangkan di 84,18 dolar AS per barel pada pukul 07.44 GMT. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS jatuh 97 sen atau 1,24 persen, menjadi diperdagangkan di 77,52 dolar AS per barel.

Baca Juga

Kedua harga acuan minyak menuju penurunan mingguan lebih dari 2,5 persen. 

Data menunjukkan bahwa indeks harga produsen (IHP) AS naik 0,7 persen pada Januari 2023, setelah turun 0,2 persen pada Desember 2022. Sementara itu, klaim pengangguran secara tak terduga turun menjadi 194.000, dibandingkan dengan perkiraan 200.000, menurut jajak pendapat Reuters.

"Data AS yang kuat mendukung kekhawatiran atas kenaikan suku bunga dan mendorong kenaikan imbal hasil obligasi Pemerintah AS, yang membebani harga minyak dan komoditas lainnya," kata Kazuhiko Saito, Kepala Analis di Fujitomi Securities Co Ltd.

Tina Teng, seorang analis di CMC Markets, mengatakan stok minyak mentah AS naik ke level tertinggi 17 bulan menunjukkan bahwa permintaan melemah, mengakibatkan harga lebih rendah.

"Harga minyak mentah juga lebih rendah, karena perdagangan risk-off menyusul aksi jual di Wall Street menyusul data IHP dan dolar AS yang kuat," kata Teng.

Harga minyak naik turun selama beberapa minggu terakhir di antara kekhawatiran resesi melanda Amerika Serikat di tengah kenaikan tingkat inflasi dan harapan untuk kenaikan permintaan di China, importir minyak utama dunia.

Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan minggu ini bahwa Cina akan menyumbang hampir setengah dari pertumbuhan permintaan minyak tahun ini, setelah melonggarkan pembatasan COVID-19. Tetapi penahanan produksi oleh negara-negara OPEC+, anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, bisa berarti defisit pasokan di paruh kedua.

Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan kesepakatan OPEC+ saat ini untuk memangkas target produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari akan dikunci hingga akhir tahun, menambahkan dia tetap berhati-hati terhadap permintaan Cina.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement