Rabu 15 Feb 2023 23:19 WIB

12 Koperasi Diduga Jadi Tempat Cuci Uang, Komisi XI: Kembalikan Koperasi ke Khittah

Kementerian Koperasi dan UKM bersama PPATK akan melakukan join audit.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi meminta koperasi dikembalikan ke khittah sebagai soko guru perekonomian Indonesia.
Foto: istimewa
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi meminta koperasi dikembalikan ke khittah sebagai soko guru perekonomian Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dugaan pencucian uang triliunan rupiah melalui koperasi dinilai harus segera disikapi serius. Komisi XI meminta pengelolaan koperasi harus segera dikembalikan ke semangat dasar atau khittah pendirian koperasi, yakni dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota.

"Kami sepakat jika saat ini Indonesia dikatakan mengalami 'Darurat Koperasi' karena masifnya penyalahgunaan koperasi sebagai entitas usaha kerakyatan menjadi kedok investasi ilegal yang ujungnya memicu kerugian ribuan nasabah. Maka koperasi harus kembali ke khittah sebagai soko guru perekonomian Indonesia," kata Wakil ketua Komisi XI Fathan Subchi dalam keterangannya, Rabu (15/2/2023). 

Baca Juga

Berdasarkan paparan PPATK dalam Rapat Kerja Bersama Komisi III DPR diketahui, sedikitnya 12 koperasi bodong yang menjalankan skema ponzi untuk menarik duit investasi dari nasabah. Perputaran investasi koperasi bodong ini mencapai angka Rp 500 triliun. Dana investasi tersebut mengalir dalam berbagai bentuk penggunaan seperti pembelian jet pribadi hingga operasi plastik. Duit investasi tersebut juga mengalir ke berbagai negara suaka pajak (tax heaven) di dunia. 

Fathan menjelaskan, fakta yang diungkap PPATK ini tentu menguatkan rumor jika saat ini koperasi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan anggota dengan segala keistimewaannya menjadi kedok investasi ilegal. Dengan minimnya pengawasan dari pihak eksternal, maka potensi penyalahgunaan uang nasabah akan sangat besar. 

"Kasus Koperasi Indosurya yang diduga menyalahgunakan uang nasabah hingga Rp 106 triliun menjadi contoh bagaimana koperasi saat ini hanya menjadi kedok investasi ilegal. Korbannya juga tidak tanggung-tanggung ada 23 ribu nasabah yang kehilangan dana," katanya. 

Situasi ini, lanjut Fathan, tidak bisa dibiarkan begitu saja. Harus ada langkah terobosan untuk memastikan 'jenis kelamin' dari koperasi sebagai entitas bisnis. Apakah mereka hanya melayani anggota saja atau juga melebarkan sayap pelayanan kepada non-anggota.

"Jika memang Koperasi Simpan Pinjam (KSP) telah melayani non-anggota maka sesuai dengan UU P2SK mereka harus beralih menjadi koperasi di sektor jasa keuangan sehingga memungkinkan adanya pengawasan dari pihak eksternal dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata sekretaris Fraksi PKB DPR RI tersebut.  

Dalam UU P2SK, kata Fathan, ketentuan inventarisasi jenis koperasi ini akan berlangsung selama dua tahun sejak beleid tersebut diundangkan. Artinya, saat ini masih dalam status quo di mana koperasi simpan pinjam yang melayani non-anggota tetap bisa beroperasi tanpa pengawasan dari pihak eksternal sehingga memungkinkan penyalahgunaan dana nasabah.

"Di sinilah dibutuhkan langkah terobosan tersebut untuk memastikan keamanan dana nasabah koperasi simpan pinjam. Di sisi lain langkah terobosan tersebut bisa dijadikan sebagai early warning bagi pengelola KSP agar tidak main-main dalam mengelola duit nasabah," ujar Fathan.

Kementerian Koperasi dan UKM bersama PPATK bakal melakukan join audit untuk melakukan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi yang diduga bermasalah. Hal itu dilakukan buntut dari banyaknya koperasi bermasalah yang menimbulkan kerugian triliunan bagi para anggota.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan telah menerima laporan-laporan soal koperasi yang terindikasi melakukan tindak pidana pencucian uang. Kemenkop UKM, kata Teten, akan melakukan join audit sekaligus kerja sama dengan PPATK untuk melihat lebih jauh terkait hal ini. "Karena kami khawatir ada praktik-praktik koperasi gagal bayar karena salah pengelolaan," kata dia.

Teten mengatakan, Kemenkop UKM terlebih dahulu akan fokus pada koperasi-koperasi besar. Sebab, kebanyakan yang bermasalah sudah tidak dapat mengawasi diri sendiri sehingga dibutuhkan pengawasan eksternal oleh lembaga terkait. PPATK, kata Teten, sudah memiliki catatan untuk pelaksanaan join audit tersebut. 

Di sisi lain, Kemenkop UKM juga sudah menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk ikut melakukan pengawasan terhadap koperasi yang melakukan praktik shadow banking dan merugikan para anggota. "Bukan saya mau cuci tangan, tapi saya tidak bisa karena pengawasan kami terbatas, hanya pengawasan kulit sesuai Undang-Undang Koperasi," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement