REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pasca diguncang gempa, mata uang lira Turki mencapai rekor terendah dan pasar saham juga anjlok pada Senin (6/2/2023). Hal itu menambah tekanan dari dolar AS yang menguat serta risiko geopolitik hingga inflasi.
Dikutip dari Reuters, Senin (6/2/2023), lira merosot ke level 18,85 pada awal perdagangan sebelum menelusuri kembali sebagian besar penurunannya. Benchmark ekuitas utama negara itu turun sebanyak 4,6 persen dengan bank jatuh lebih dari lima persen sebelum memangkas beberapa kerugian dengan indeks utama turun sekitar 2,5 persen.
“Peristiwa tragis dengan bagian selatan Turki yang dilanda gempa kuat adalah sumber ketidakpastian tambahan menjelang pemilihan penting yang kemungkinan besar akan diadakan pada Mei,” kata, Analis FX senior di In Touch Capital Markets, Piotr Matys, Senin (6/2/2023).
Borsa Istanbul mengumumkan untuk sementara menghentikan transaksi saham beberapa perusahaan di zona gempa dana akan dilanjutkan pad akemudian hari. Pasar negara berkembang berada di bawah tekanan yang lebih luas dengan mata uang dan saham di seluruh negara berkembang merasakan tekanan dari reli dolar yang tajam pada akhir pekan lalu setelah laporan pekerjaan AS yang kuat.
Ketegangan geopolitik juga meningkat lagi baru-baru ini dengan indikasi bahwa Amerika Serikat akan mendorong penegakan sanksi Rusia yang lebih keras. Hal itu menambah tekanan pada pasar Turki setelah Washington memperingatkan Ankara tentang ekspor bahan kimia, microchip, dan produk lain ke Rusia yang dapat digunakan dalam upaya perang Moskow di Ukraina.
Analis FX, Tata Ghose menyebut data inflasi baru-baru ini juga menimbulkan kekhawatiran. “CPI IHK Turki minggu lalu ternyata agak mengejutkan, memicu kembali volatilitas dalam USD-TRY yang seharusnya tidak ada dalam beberapa bulan terakhir," ungkap Ghose.