Kamis 02 Feb 2023 15:39 WIB

Pelaku Pengeboman Masjid di Peshawar Pakai Seragam Polisi

Pelaku bom bunuh diri melewati petugas keamanan dengan mengenakan seragam polisi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
 Petugas penyelamat di lokasi ledakan di sebuah Masjid, di Peshawar, Pakistan, Senin (30/1/2023) dini hari. Sedikitnya 28 jamaah tewas dan puluhan lainnya terluka dalam ledakan saat sholat di sebuah Masjid yang terletak di garis polisi di Peshawar, Ghulam Ali, Gubernur kata KPK provinsi.
Foto: EPA-EFE/BILAWAL ARBAB
Petugas penyelamat di lokasi ledakan di sebuah Masjid, di Peshawar, Pakistan, Senin (30/1/2023) dini hari. Sedikitnya 28 jamaah tewas dan puluhan lainnya terluka dalam ledakan saat sholat di sebuah Masjid yang terletak di garis polisi di Peshawar, Ghulam Ali, Gubernur kata KPK provinsi.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Kepolisian Pakistan mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri di sebuah masjid di Peshawar pekan ini. Kepala kepolisian provinsi menambahkan pelaku melewati petugas keamanan dengan mengenakan seragam polisi.

Serangan Senin (30/1/2023) yang terjadi daerah dengan penjagaan ketat yang disebut Police Line menewaskan lebih dari 100 orang. Semua korban jiwa kecuali tiga orang merupakan petugas polisi.

Baca Juga

Pada Kamis (2/2/2023) kepala polisi Provinsi Khyber Pashtunkhwa di mana Peshawar berada, Moazzam Jah Ansari mengatakan pelaku pengeboman bagian dari "jaringan" dan mengendarai sepeda motor ke daerah itu.

Sampai tahun 1980-an Peshawar dikenal sebagai kota yang damai,  ketika diktator Pakistan Ziaul Haq memutuskan untuk ikut ambil bagian dalam perang dingin antara Washington dengan Moskow. Pakistan ikut bergabung dalam perang melawan invasi Soviet ke negara tetangga Afghanistan pada 1979.

Peshawar terletak kurang dari 30 kilometer dari perbatasan Afghanistan. Saat perang dingin, Peshawar menjadi markas militer. Di sana CIA dan militer Pakistan membantu melatih, mempersenjatai, dan mendanai mujahidin Afghanistan melawan Soviet.  

Kota itu dibanjiri oleh senjata dan pejuang, banyak dari mereka adalah militan Islam garis keras, serta ratusan ribu pengungsi Afghanistan. Militan Arab juga ditarik ke Pakistan untuk perang melawan Soviet, termasuk keturunan dari keluarga kaya Saudi, Osama bin Laden.  

Di Peshawar itulah bin Laden mendirikan kelompok Alqaida pada akhir 1980-an, bersama dengan militan veteran Mesir, Ayman al-Zawahri. Uni Soviet akhirnya mundur dalam kekalahan dari Afghanistan pada 1989. Namun warisan militansi, serta perlawanan bersenjata yang dimiliki AS dan Pakistan masih tetap ada.

Mujahidin menjerumuskan Afghanistan ke dalam perang saudara untuk perebutan kekuasaan berdarah.  Sementara itu, di Peshawar dan kota Pakistan lainnya, Quetta, Taliban Afghanistan mulai berorganisasi, dengan dukungan dari pemerintah Pakistan.  Akhirnya, Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada akhir 1990-an.

Taliban memerintah Afghanistan sampai mereka digulingkan oleh invasi pimpinan Amerika pada 2001 menyusul serangan 9/11 oleh Al Qaeda di Amerika Serikat. Selama hampir 20 tahun pasukan koalisi pimpinan AS berperang melawan pemberontakan Taliban di Afghanistan.

Selama pasukan Barat berada di Afghanistan, kelompok-kelompok militan berkembang di daerah kesukuan Pakistan di sepanjang perbatasan dan sekitar Peshawar. Taliban menemukan akar di antara etnis Pashtun yang menjadi mayoritas di wilayah tersebut dan di Peshawar.

Beberapa kelompok militan mengarahkan senjata mereka melawan pemerintah. Mereka marah dengan tindakan keras keamanan dan serangan udara AS di wilayah perbatasan yang menargetkan Al Qaeda dan militan lainnya.

Di antara kelompok anti-pemerintah adalah Taliban Pakistan, atau Tahreek-e Taliban-Pakistan (TTP). Pada akhir 2000-an dan awal 2010-an, mereka melakukan kampanye kekerasan brutal di seluruh negeri.  Peshawar menjadi salah satu tempat serangan TTP yang paling brutal pada 2014.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement