Jumat 27 Jan 2023 15:55 WIB

Penggilingan Beras: Kami Beli Gabah Sudah Mahal

Penggilingan mengaku harga gabah yang dibeli dari petani sudah mahal.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pedagang menunjukkan beras yang dijual di kiosnya di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Rabu (25/1/2023). Harga beras masih mahal. Meski pemerintah telah membuka keran impor sejak bulan lalu, nyatanya belum dapat diturunkan.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pedagang menunjukkan beras yang dijual di kiosnya di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Rabu (25/1/2023). Harga beras masih mahal. Meski pemerintah telah membuka keran impor sejak bulan lalu, nyatanya belum dapat diturunkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga beras masih mahal. Meski pemerintah telah membuka keran impor sejak bulan lalu, nyatanya belum dapat diturunkan. Sementara itu, penggilingan mengaku harga gabah yang dibeli dari para petani untuk diproses menjadi beras sudah mahal.

"Harga gabah yang dibeli pelaku bisnis pada posisi harga yang tinggi. Kalau mau turunkan harga beras harga gabah juga harus turun. Kalau harga gabah tidak mau turun, kemungkinan harga beras mau turun juga sangat berat," kata Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso kepada Republika, Jumat (27/1/2023).

Baca Juga

Sutarto mengingatkan, Januari merupakan periode paceklik di mana produksi gabah dan beras di bawah kebutuhan. Itu juga menyebabkan harga gabah masih cukup tinggi untuk saat ini.

Di sisi lain, pihaknya menilai tingginya harga gabah juga disebabkan oleh pemerintah yang membuat iklim perberasan kurang kondusif. Sebab, Bulog ditugaskan untuk bisa membeli gabah dengan harga berapa pun sesuai harga pasar. Itu pun memberikan dampak pada pasar beras secara keseluruhan.

"Menteri Perdagangan (Zulkifli Hasan) menyatakan, saat panen Bulog bisa membeli gabah dengan harga berapa pun. Artinya apa? Berapa pun harga gabah dan beras yang diproduksi rakyat itu akan dibeli," katanya.

Sutarto mencatat, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) dari petani saat ini sudah mencapai Rp 5.600 per kg-Rp 6.000 per kg. Dengan harga itu, ia menuturkan, petani sangat menikmati keuntungan dari hasil panennya.

"Sekarang, harga gabah jadi bertahan pada posisi yang mahal. Salah satunya karena pernyataan pemerintah juga," ujarnya.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 mengatur harga pembelian pemerintah (HPP) GKP sebesar Rp 4.200 per kg dan di tingkat pengglingan Rp 4.250 per kg. Sutarto menilai, dengan situasi saat ini semestinya pemerintah dapat mengeluarkan HPP gabah yang baru sehingga harga gabah dan beras secara perlahan dapat menuju harga keseimbangan baru secara resmi.

Selain soal harga gabah, ia menyebut operasi pasar yang dilakukan Bulog belum sesuai yang diharapkan. Itu sebabnya pemerintah belum mampu mengendalikan harga beras di konsumen.

Ia pun mengingatkan agar pemerintah dapat menggunakan seluruh perangkatnya untuk mengontrol proses pendistribusian beras Bulog dalam operasi pasar. Para distributor yang menyalurkan beras Bulog serta pengecer yang mendapatkan pasokan harus bisa meneken perjanjian dengan Bulog ihwal harga margin dan harga jual.

"Di pasar-pasar, bila perlu dipasangi spanduk dan dituliskan tersedia beras Bulog dengan harga Rp 9.000 per kg, misalnya. Itu harus dicantumkan sehingga masyarakat bisa memilih," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement