REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi Ki Darmaningtyas berharap pemerintah meninjau ulang rencana pemberian insentif melalui subsidi pembelian kendaraan listrik pribadi di Indonesia. Ia menilai, subsidi itu seharusnya dialihkan ke angkutan umum.
"Kalau pemerintah akan memberikan subsidi melalui pengadaan kendaraan listrik, harusnya subsidi tersebut untuk angkutan umum," kata Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) itu di Jakarta, Kamis (12/1/2023).
Darmaningtyas mengatakan, pemerintah dapat memberikan subsidi kepada para pengusaha angkutan umum untuk membeli bus listrik yang dapat dioperasikan secara komersial. Menurut dia, pemberian subsidi kepada perusahaan angkutan umum akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki layanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan, dan dapat mengurangi kemacetan.
Ia menjelaskan, subsidi untuk pembelian bus yang diperuntukkan bagi angkutan umum, subsidinya tepat sasaran karena mayoritas pengguna angkutan umum adalah golongan menengah ke bawah. Selain itu, subsidi pembelian bus listrik untuk angkutan umum juga tidak akan menambah kemacetan jalan seperti halnya subsidi untuk membeli mobil listrik atau motor listrik.
"Subsidi kendaraan listrik (pribadi) itu sama saja akan menambah banyak jumlah kendaraan yang beredar di jalan sehingga selain akan menambah macet juga akan menimbulkan kesemrawutan lalu lintas dan menyumbang jumlah kecelakaan lalu lintas yang makin meningkat," ujarnya.
Senada dengan hal tersebut, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai rencana subsidi sebesar Rp5 triliun untuk pembelian kendaraan listrik seharusnya dialihkan ke pembenahan dan perbaikan transportasi umum. Djoko menilai mobilitas masyarakat terbesar masih di sektor transportasi darat sehingga subsidi bisa diberikan untuk angkutan umum perkotaan maupun angkutan jalan perintis.
"Untuk menambah subsidi sektor transportasi darat, lebih bijak jika pemerintah dan DPR bersepakat mau mengalihkan insentif untuk kendaraan listrik sebesar Rp5 triliun diberikan pada perbaikan dan pembenahan transportasi umum," katanya.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu menyampaikan, secara umum kondisi layanan transportasi massal makin menurun, ditambah kondisi geografis yang menyulitkan penyaluran BBM khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) dan daerah kepulauan.
Ia mengatakan, banyak transportasi umum yang tidak layak beroperasi di sejumlah daerah. Selain itu, juga banyak desa-desa yang tidak lagi memiliki angkutan pedesaan.
Dampaknya, para pelajar yang berada di pedesaan menuju sekolahnya beralih menggunakan sepeda motor. Hal tersebut juga terjadi di wilayah perkotaan yang sudah menurun kualitas layanan transportasi umumnya.
"Maka lebih bijak insentif kendaraan listrik diprioritaskan untuk membenahi transportasi umum. Angka inflasi dapat ditekan dengan makin banyak warga menggunakan transportasi umum di perkotaan," katanya.
Djoko menambahkan, dengan memberikan subsidi pada kendaraan listrik di daerah 3T, maka pemerintah bisa fokus pada perbaikan infrastruktur listrik yang tersedia. Sejalan dengan pemenuhan kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik di daerah tersebut, maka ekosistem akan terbangun dan ketergantungan BBM bisa dikurangi.
"Memberikan insentif untuk membenahi transportasi umum di banyak kota, kendaraan listrik daerah 3T dan kepulauan akan lebih bijak dan tepat sasaran. Di perkotaan kemacetan akan berkurang, angka kecelakaan menurun dan polusi udara rendah," katanya.