Kamis 29 Dec 2022 06:35 WIB

Pemerintah Jepang Prioritaskan Kenaikan Upah 

Tantangan terbesar bagi perekonomian Jepang adalah kurangnya pertumbuhan upah.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
 Seorang wanita berjalan melewati monitor yang menunjukkan indeks Nikkei 225 Jepang. ilustrasi
Foto: AP/Hiro Komae
Seorang wanita berjalan melewati monitor yang menunjukkan indeks Nikkei 225 Jepang. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pemerintah Jepang akan menjadikan kenaikan upah sebagai prioritas utama dalam kebijakan ekonominya tahun depan. Wakil Kepala Sekretaris Kabinet, Seiji Kihara, pada Rabu (28/12/2022) mengatakan, tantangan terbesar bagi perekonomian Jepang adalah kurangnya pertumbuhan upah. 

"Kecuali upah naik, konsumsi tidak akan meningkat dan perusahaan tidak akan meningkatkan investasi," kata Kihara, berbicara dalam sebuah program televisi.

 

Kihara mengatakan, perusahaan bertanggung jawab untuk memutuskan nominal kenaikan gaji, dan pemerintah dapat membantu mencapai upah yang lebih tinggi melalui insentif pajak.  Pemerintah juga dapat mendorong perusahaan untuk mengungkapkan lebih banyak informasi tentang berapa banyak yang mereka keluarkan untuk sumber daya manusia.

 

 "Pemerintah akan meningkatkan fokusnya untuk mencapai pertumbuhan upah. Ini sangat penting karena harga-harga naik," kata Kihara.

 

Pernyataan Kihara senada dengan Gubernur Bank of Japan (BOJ) Haruhiko Kuroda. Dia telah menekankan bahwa kenaikan upah sangat penting bagi perekonomian untuk mencapai target inflasi 2 persen secara berkelanjutan, dengan didorong oleh permintaan domestik yang kuat.

 

Kepercayaan publik terhadap pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida telah menurun karena kekhawatiran atas kenaikan biaya hidup di tengah penurunan tajam nilai mata uang yen, yang mendorong peningkatan biaya impor bahan baku.

 

Inflasi konsumen Jepang mencapai level tertinggi dalam empat dekade sebesar 3,7 persen pada November, jauh di atas target BOJ. Kenaikan inflasi memukul rumah tangga karena upah saat ini tidak  cukup untuk menutupi lonjakan harga barang konsumen, sehingga menurunkan daya beli. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement