REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menegaskan, tempat ibadah janganlah dijadikan sarana untuk melakukan kampanye. Hal tersebut disampaikannya kepada sosok-sosok yang kerap dikatakan maju pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Kami harapkan semua bakal calon, mengajak kondusifitas ibadah itu yang paling penting," ujar Bagja usai Konsolidasi Nasional Bawaslu di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (17/12).
Terkait kasus bakal calon presiden Anies Baswedan di Aceh, Bawaslu disebutnya memiliki pemahaman dan persepsi tersendiri. Meskipun pihaknya sudah memutuskan bahwa mantan gubernur DKI Jakarta itu tidak melakukan pelanggaran.
Adapun Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) disebutnya akan membuat peraturan terkait sosialisasi. Baik bagi partai politik ataupun sosok-sosok yang disebut bakal maju di Pilpres 2024.
"InsyaAllah (Januari) sudah keluar aturannya, kan harus dilihat regulasi hukumnya. Jangan sampai nanti kita dianggap meredam hal kebebasan berekspresi, tidak," ujar Bagja.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan sentralnya peran Bawaslu dalam tahapan Pemilu dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. Sebab, lembaga yang dipimpin Rahmat Bagja itu menjadi pengawas demi hadirnya pesta demokrasi yang berintegritas.
Tak segan, ia menyebut Bawaslu sebagai lembaga yang ditakuti dan disegani oleh peserta peserta pemilihan legislasi (Pileg), pemilihan kepala daerah (Pilkada), dan pemilihan presiden (Pilpres). Bahkan dulu, Jokowi mengaku grogi ketika menerima panggilan dari Bawaslu Jakarta.
"Artinya Bapak/Ibu (Bawaslu) semua ini ditakuti, disegani peserta pemilu, siapapun lah. Capres, cawapres, cagub, cawagub semuanya kalau Bapak/Ibu panggil itu percaya saya, grogi, apalagi diberitahu ini peringatan terakhir Pak cagub, ini peringatan terakhir Pak capres, ngeri semuanya," ujar Jokowi dalam pidatonya di acara Konsolidasi Nasional Bawaslu, Sabtu (17/12).
Harapannya, Bawaslu tidak hanya berhenti pada level pengawasan teknis pelaksanaan tahapan Pemilu 2024 saja. Lembaga tersebut juga harus memiliki indeks kerawanan pemilu yang merupakan hasil pemetaan potensi pelanggaran.
"Salah satu faktor kerawanan dari pemilu-pemilu, pilkada-pilkada itu soal politik identitas, politik SARA, dan hoaks. Ini hati-hati mengenai ini. Hati-hati, kita ini beragam, agama, suku, ras, beragam, jadi hati-hati," ujar Jokowi.
"Kalau ada percikan kecil mengenai ini (politik identitas), segera diperingatkan, tidak usah ragu-ragu, segera peringatkan, panggil, pasti grogi," sambungnya menegaskan.