REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatat penerimaan pajak penghasilan 21 bagi karyawan tumbuh 21 persen per Oktober 2022. Adapun realisasi ini tumbuh secara signifikan dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 2,7 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penerimaan pajak penghasilan 21 bagi karyawan berbanding terbalik dengan realita maraknya pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja terutama sektor teknologi dan industri.
“PPh 21 mengalami pertumbuhan 21 persen. PPh 21 adalah PPh karyawan, menjadi sangat agak kikuk dibandingkan berita mengenai PHK,” ujarnya saat konferensi pers APBN KiTA dikutip Jumat (25/11/2022).
Sri Mulyani menyebut, PPh 21 menunjukkan karyawan yang masih bekerja dan mendapat pendapatan, sehingga perusahaan membayar pajak tersebut. Hal ini juga sejalan dengan PPh Badan atau perusahaan yang bahkan tumbuh 110,2 persen per Oktober 2022 atau meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 2,7 persen.
“Kalau Oktober, masih (pertumbuhan PPh) 17,4 persen. Kuartal I tumbuh 18 persen, kuartal II tumbuh 19,8 persen, dan kuartal III 26,1 persen. Artinya pertumbuhan pajak karyawan masih positif,” ucapnya.
Menurutnya penerimaan pajak penghasilan badan dapat menjadi salah satu indikator pemulihan ekonomi yang terjadi setelah pandemi Covid-19. Adapun jenis pajak ini juga mencerminkan neraca keuangan korporasi yang kembali membukukan keuntungan sehingga dapat menyetorkan pajak lebih besar.
Penerimaan pajak penghasilan badan tercatat menjadi kontributor terbesar dari keseluruhan penerimaan pajak. Dalam hal ini, penerimaan pajak penghasilan badan memiliki kontribusi sebesar 20,6 persen terhadap penerimaan pajak per Oktober 2022.
“Penerimaan PPh badan konsisten tumbuh tinggi karena sejalan dengan profitabilitas perusahaan yang membaik,” ucapnya.
Secara bulanan, Sri Mulyani mencatat penerimaan penerimaan pajak penghasilan badan per Oktober 2022 tumbuh 58,8 persen. Secara kuartalan, yakni pada kuartal I 2022 penerimaan penerimaan pajak penghasilan badan tumbuh 136 persen. Kemudian, per kuartal II 2022 tumbuh 133 persen dan per kuartal III 2022 tumbuh 121,9 persen.
"Ini berarti korporasi-korporasi sudah menunjukan suatu pemulihan kesehatan dari keuangannya, which is bagus sekali karena sebagai pilar perekonomian Indonesia adalah perusahaan-perusahaan ini," ucapnya.
Sri Mulyani mencermati penerimaan pajak penghasilan 21 persen masih positif meskipun adanya pemutusan hubungan kerja massal. Adapun pemutusan hubungan kerja beberapa industri disebabkan fenomena negara-negara maju menaikkan suku bunga secara agresif dan ingin mengendalikan permintaan.
Ke depan pemerintah berupaya mengawasi tren penerimaan tersebut hingga akhir tahun. Hal ini disebabkan korporasi yang sehat juga akan menentukan kesehatan perekonomian nasional.
Sri Mulyani juga akan menyikapi fenomena pemutusan hubungan kerja dan mengambil sikap untuk merumuskan kebijakan yang tepat. “Kita harus menyikapi berbagai berita PHK, dalam konteks apakah ada terjadi perubahan, dan kita waspadai untuk merumuskan policy atau respons yang tepat,” ucapnya.
Untuk menyusun bauran kebijakan, lanjut Sri Mulyani, Kementerian Keuangan akan berkomunikasi dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Menko Perekonomian, Menteri Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan. Adapun koordinasi tersebut membahas instrumen yang tepat untuk membantu serta keputusan korporasi atau buruh yang dibantu.
“Kalau buruh (dibantu), instrumen ada di Kemnaker atau BPJS ketenagakerjaan. Kalau korporasi, kita sudah melakukan PPh 25 ditunda atau diperkecil, hal-hal itu yang kami deploy. Kita akan lihat berdasarkan siapa yang ditargetkan, atau sisi pekerja,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menambahkan, isu pemutusan hubungan kerja juga diperhatikan secara rinci dengan melihat data pajak. Penerimaan pajak melalui penerimaan pajak penghasilan 21 menjadi indikator yang sangat mengukur serapan tenaga kerja dan pembayaran gaji.
"Kita melihat pembayaran potongan gaji dan upah. Tapi melihat dari sektor tertentu sangat perlu, tentu pemerintah akan melakukan pendalaman dan insentif yang diperlukan," ucapnya.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyampaikan 16,7 juta orang atau wajib pajak telah melaporkan surat pemberitahuan pada tahun ini. Adapun jumlah ini naik satu juta dibandingkan tahun sebelumnya 15,7 juta wajib pajak.
"Dalam satu periode tahun, kumpulan SPT yang kami kelola bertambah satu juta SPT disampaikan oleh wajib pajak," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Dia melanjutkan, kepatuhan pelaporan surat pemberitahuan bagi karyawan sebesar 98 persen. Namun demikian, otoritas pajak mengakui masih kesulitan mengejar surat pemberitahuan pajak bagi non karyawan.
“Non karyawan jadi PR kita, kami mencoba menjalankan supaya wajib pajak non karyawan dapat bertumbuh dari waktu ke waktu. Non karyawan menyampaikan assessment, menghitung sendiri, kita mengawasi penyampaian SPT," ucapnya.