Jumat 25 Nov 2022 08:50 WIB

Hampir 80 Persen Perusahaan Jepang di Eropa Terdampak Perang Ukraina

Perusahaan manufaktur merasakan dampak yang lebih besar akibat perang Ukraina

 Orang-orang berjalan di lingkungan Podil saat pemadaman listrik berlanjut di pusat kota Kyiv (Kiev), Ukraina, 06 November 2022 (dikeluarkan 07 November 2022). Walikota Kyiv Vitali Klitschko meminta penduduk ibukota Ukraina untuk menghemat pasokan dan mempertimbangkan untuk pindah sementara jika listrik padam total. Pemadaman listrik terjadwal diberlakukan di seluruh negeri, termasuk ibu kota Kyiv, kata operator listrik Ukrenergo, ketika serangan Rusia menargetkan infrastruktur kritis dan energi Ukraina. Pasukan Rusia pada 24 Februari memasuki wilayah Ukraina, memulai konflik yang telah memicu kehancuran dan krisis kemanusiaan.
Foto: EPA-EFE/ROMAN PILIPEY
Orang-orang berjalan di lingkungan Podil saat pemadaman listrik berlanjut di pusat kota Kyiv (Kiev), Ukraina, 06 November 2022 (dikeluarkan 07 November 2022). Walikota Kyiv Vitali Klitschko meminta penduduk ibukota Ukraina untuk menghemat pasokan dan mempertimbangkan untuk pindah sementara jika listrik padam total. Pemadaman listrik terjadwal diberlakukan di seluruh negeri, termasuk ibu kota Kyiv, kata operator listrik Ukrenergo, ketika serangan Rusia menargetkan infrastruktur kritis dan energi Ukraina. Pasukan Rusia pada 24 Februari memasuki wilayah Ukraina, memulai konflik yang telah memicu kehancuran dan krisis kemanusiaan.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO - Sekitar 77 persen perusahaan Jepang di Eropa mengalami operasi yang terdampak invasi Rusia ke Ukraina terutama melalui kenaikan harga energi dan pangan serta gangguan dalam logistik, menurut sebuah survei.

Survei tersebut dilakukan oleh Organisasi Perdagangan Eksternal Jepang (JETRO) secara daring terhadap 1.445 perusahaan pada kurun waktu antara 1 hingga 26 September dengan tanggapan valid dari 799 responden.

Menurut survei itu, perusahaan manufaktur merasakan dampak yang lebih besar, dengan 83,7 persen responden di sektor itu mengatakan bisnis mereka menderita akibat perang di Ukraina.

Di antara 605 perusahaan yang menjawab pertanyaan pilihan ganda tentang faktor negatif yang mengganggu bisnis mereka, sebanyak 65,1 persen menyebutkan kenaikan harga energi, 55,9 persen mengatakan harga bahan baku dan sumber daya yang lebih tinggi seperti produk plastik dan karet, sementara 54 persen menyebut peningkatan gangguan dan hambatan dalam logistik.

"Survei ini menunjukkan parahnya dampak perang Ukraina terhadap operasi bisnis," kata Akiko Ueda, seorang pejabat di JETRO.

"Fakta bahwa hampir 80 persen perusahaan mengaku mereka merasa dampak negatif dari perang Ukraina menunjukkan adanya situasi di mana mereka tidak dapat menghindari kerugian bahkan jika mereka mempercepat upaya seperti menurunkan harga untuk pelanggan," ujar Ueda.

Dia menambahkan resolusi untuk konflik Rusia-Ukraina adalah hal "penting" untuk memperbaiki kondisi bisnis.

Krisis Ukraina, yang dipicu oleh invasi Moskow pada Februari, telah menyebabkan ekspor biji-bijian dari negara Eropa Timur itu terhuyung-huyung, yang kemudian menyebabkan kenaikan harga makanan. Perusahaan Jepang di industri makanan serta di sektor pengolahan pertanian dan perikanan sangat terpengaruh, kata JETRO.

Industri otomotif juga menderita karena terpaksa mengurangi atau menghentikan operasi di Rusia dan mengalami kenaikan harga energi, bahan mentah, dan suku cadang, menurut survei organisasi tersebut.

Dari 501 perusahaan yang memberikan jawaban atas pertanyaan tentang penanggulangan, sebanyak 50,5 persen mengatakan bahwa mereka membebankan biaya yang lebih tinggi kepada pelanggan.

Sekitar 27,5 persen telah mendiversifikasi basis pasokan mereka, sementara 25,1 persen mencari pelanggan baru. Di sektor manufaktur, 29,4 persen perusahaan mengatakan mereka telah meningkatkan persediaan mereka.

Di antara kekhawatiran lain atas krisis Ukraina, perusahaan-perusahaan Jepang menyebut tentang prospek yang tidak pasti kapan perang akan berakhir dan kapan bisnis mereka di Rusia dapat dilanjutkan, kata survei tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement