Ahad 16 Oct 2022 11:20 WIB

MIND ID Berkiblat ke PT FI dalam Digitalisasi dan Smart Mining

PT FI sudah menerapkan proses digitalisasi dalam industri pertambangan sejak 2004.

Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Sebuah truk pengangkut biji tambang beraktivitas di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
Foto: Antara/Wahyu Putro
Sebuah truk pengangkut biji tambang beraktivitas di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang menggalakkan supaya industri tambang di Tanah Air menerapkan smart mining practice atau praktik pertambangan cerdas. Sebagai holding industri tambang milik BUMN, Mining Industry Indonesia (MIND ID) mencoba menginisiasi penggunaan teknologi dalam mendukung praktik pertambangan cerdas tersebut.

PT Freeport Indonesia (PT FI) yang menjadi salah satu anggota MIND ID, ternyata jauh lebih dulu menggunakan teknologi digital dalam mendukung praktik tambang berkelanjutan. Presiden Direktur PT FI, Tony Wenas, mengatakan, perusahaannya sudah menggunakan teknologi modern yang dirintis sejak 2004, saat melakukan eksplorasi penambangan bawah tanah, yang terbukti bisa lebih efektif dan efisien.

"Memang situasi basah di underground sehingga mudah lungsuran, sehingga bisa kita remote. Bawah tanah ini sudah kita rancang smart mining, anak bangsa gimana mereka bekerja sama dengan equipment manufacture membuat alat berat kita minta harus dipasang sensor supaya bisa dikendalikan dari jarak jauh," kata Tony di acara 'Smart Operation: Optimalisasi Teknologi 4.0 untuk Industri Pertambangan yang Berkelanjutan' di Jakarta, belum lama ini.

Dia menyampaikan, PT FI sudah mengunakan armada autonomous yang bisa bergerak sendiri dalam bekerja, meski tetap dibutuhkan sopir untuk melakukan manuver tertentu. Tony mencatat, PT FI termasuk yang adaptif dengan kehadiran teknologi. Tidak heran, setiap tiga tahun sekali, perseroan mengaplikasikan teknologi terkini tersebut.

Meski begitu, kata Tony, proses sejak eksplorasi sampai pengangkutan konsentrat kini semuanya sudah dijalankan penuh dengan menggunakan teknologi. "Sekarang kita terus beradaptasi dengan teknologi baru. Dulu kita pakai fiber optic dan wifi, sekarang diperkenalkan dengan 5G langsung kita adopsi, dan ternyata bisa. Itu memudahkan kita," kata Tony.

Dia mencontohkan, dulu semua data proses penambangan berbasis server. Sekarang penyimpanan data dominan menggunakan teknologi cloud. Menurut Tony, penggunaan server tersisa sekitar 30 persen saja. Tony memprediksi, bisa saja dua hingga tiga tahun ke depan semua data milik PT FI disimpan di cloud semua.

Sehingga semua proses dari hulu ke hilir bisa diakses dalam satu genggaman melalui ponsel masing-masing direksi. "Dan semuanya bisa diakses dari mana saja. Ujungnya ini kita harapkan dikendalikan dari jangkauan tangan kita. Kita pasang smart camera yang bisa deteksi konsentrat jenis apa, oh ini konsetrat agak basah, ini menjaga kualitasnya," kata Tony.

Dia pun membagikan data lapangan area penambangan PT FI di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, yang berada di area 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Khusus untuk Tambang Gresberg berada di 4.200 meter mdpl. Adapun tambang bawah berada di kedalaman 1.600 dari permukaan tanah atau sekitar 2.500 meter dari permukaan laut.

Menurut Tony, PT FI memiliki total 28 ribu karyawan dengan produksi masif sekitar 200 ribu ton biji yang mengandung tembaga, emas, dan perak, per hari. Selama proses penambangan, sambung dia, perseroan juga harus menangani 40 ribu network device yang harus dikendalikan dengan 4.700 radio komunikasi yang digunakan karyawan.

Selain itu, setiap harinya perusahaan mengurusi satu juta email dengan 360 server yang terhubung dengan hampir 1.000 CCTV. Dengan kerumitan kondisi seperti itu, kata Tony, proses penambangan bisa berlangsung tanpa kendala berarti lantaran berkat proses digitalisasi secara menyeluruh yang diberlakukan perusahaan.

"Semua ini harus diintegrasikan. Bagaimana caranya? Adalah yang kita namakan advance digital technology. Mulai eksplorasi, mulai produksi, pengangkutan, semuanya harus dijadikan satu sistem terintegrasi dengan smart mining digital technology. Salah satunya mengendalikan alat berat dan kereta listrik dari jarak jauh sekitar 10 kilometer," kata Tony.

Dia menuturkan, tujuan smart mining adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas di lapangan, serta keselamatan kerja. Dengan proses serba digitali pula, Tony melanjutkan, membuat manajemen bisa mengambil keputusan cepat dan tepat, serta mengatasi situasi tantangan alam yang ada. Hal itu bisa terjadi karena semua laporan bisa dilakukan dan diakses secara real time berkat teknologi.

"Curah hujan di tempat tambang kita termasuk yang tertinggi di dunia mencapai 12 ribu milimeter per tahun dan ini kita pasang sensor, dan sensor itu mengirim sinyal jika terjadi perubahan cuaca ke control room, dan didistribusikan ke semua tambang. Sehingga bisa langsung dibaca di lapangan dengan tablet (ponsel)," kata Tony.

Pihaknya menjelaskan, PT FI juga memasang sekitar 1.000 penguat sinyal di seluruh area tambang bawah tanah dan juga sistem komunikasi radio sekitar 169 kilometer menggunakan leaky feeder. Dengan proses pengawasan yang ketat didukung sistem komunikasi yang bagus membuat tidak ada toleransi bagi proses penambangan mengalami hambatan, apalagi sampai terjadi kecelakaan kerja.

"Terakhir kita mengadopasi teknologi 5G dari Telkomsel, tidak hanya di bawah tanah, tapi juga di permukaan antara lain komunikasi dan integrasi sistem yang kita punya. Ini sangat membantu operasional kita, sehingga lebih selamat, efektif, efisien, dan produksi tinggi, dan kita bisa antisipasi tantangan alam lebih dini," kata Tony.

Dengan kepemilikan saham pemerintah Indonesia sebesar Rp 51 persen, PT FI diproyeksikan bakal menyumbangkan dividen lebih Rp 15 triliun pada 2022. Angka itu belum termasuk sumbangan pendapatan daerah bagi Papua, baik provinsi maupun kabupaten sebesar Rp 7-8 triliun per tahun. Semua sumbangsih itu terwujud berkat praktik pertambangan yang cerdas dan ditunjang digitalisasi.

Staf Khusus Menteri ESDM, Irwandy Arif mengatakan, industri pertambangan merupakan salah satu sektor yang memberi peranan penting bagi pendapatan negara. Hal itu karena kontribusi sektor tambang sangat besar bagi penerimaan negara dan jadi penopang devisa ekspor. Menurut Irwandy, pada 2021, penerimaan negara dari sektor mineral dan batubara (minerba) membukukan angka Rp 124 triliun.

Nilai tersebut mencakup pajak, bea keluar, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang merupakan penerimaan tertinggi dalam lima tahun. Menurut Irwandy, pengelolan minerba memang harus dilakukan secara efisien dan optimal demi kelangsungan hidup manusia saat ini dan generasi yang akan datang.

Pelopor smart mining

Irwandy menerangkan, salah satu anggota MIND ID, yaitu PT FI juga menjadi pelopor penerapan teknologi 5.G smart mining pertama di Asia Tenggara. Semua proses pertambangan bisa dikontrol dari jarak jauh menggunakan teknologi. Hal itu membuktikan MIND ID menjalankan mandat pemerintah, yaitu menjadi perusahaan kelas dunia di bidang pertambangan.

Penerapan 5.G di area tambang bawah tanah PT FI berguna untuk digitalisasi dan transformasi operasional indutri pertambangan Indonesia. "Teknologi juga mendukung otomatisasi dan kendali jarak jauh dan meningkatkan keselamatan kerja dan produktivitas di PT Freeport. Ini hal baru di industri pertambangan," kata Irwandy.

Dia menilai, smart mining mendorong optimalisasi pertambangan melalui implementasi artificial intelegent, internet of thing, machine learning, hingga big data yang dapat diterapkan dalam sektor pertambangan. Keunggulannya, kata dia, keandalan antarsistem lebih responsif, sehingga dapat mendukung monitoring lebih update, kecepatan memperoleh data yang berdampak percepatan dan pengambilan keputusan, serta mendukung terciptanya keselamatan kerja menjadi lebih baik.

Direktur Pengembangan Usaha MIND ID, Dilo Seno Widagdo menyatakan, pada era sekarang, pemegang saham mayoritas mengamanahkan holding untuk mengimplementasikan smart mining dan digitalisasi sebagai strategi besar menyongsong pertumbuhan. Dia menyebutkan, dengan pengunaan digitalisasi maka diharapkan terjadi efisiensi biaya operasi sekitar 10-15 persen.

Pihaknya pun membuat road map untuk membangun infrastruktur yang berbasis smart digitalitation, baik operation technology, information technologi, system technology, hingga system communication. Jika semua sistem itu nantinya terintegrasi maka semua data MIND ID tidak hanya bisa digunakan oleh Kementerian ESDM, melainkan juga Kementerian Keuangan, pelaku bursa, dan komunitas minerba untuk kepentingan bersama.

Hal itu tentu saja dampaknya bisa meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak. Dilo bersyukur lantaran salah satu anggota MIND ID sudah menjalankan praktik penambangan digital yang terbukti efisien dan mampu meningkatkan produksi minerba. Sehingga apa yang sudah berjalan di PT FI ke depannya bisa dijadikan acuan untuk diterapkan di PT Antam, PT Bukit Asam, PT Inalum, dan PT Timah.

"Justru karena ada pilot project jadi lebih mudah karena studinya bisa kita lebih persingkat. Dari roadmap kita targetnya another tiga sampai empat tahun (serba digital seperti di PT Freeport). Di grup kita harapannya seluruhnya kita bisa seperti Pak Tony," kata Dilo.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Ediar Usman mengapresiasi langkah PT FI dalam melakukan digitalisasi di seluruh area kerja. Ediar menganggap, kebijakan itu tentu bisa berdampak kepada produktivitas hasil tambang yang dihasilkan. Dia pun berharap, anggota industri tambang di bawah MIND ID bisa mengikuti jejak PT FI.

"Otomatisasi itu yang kita kedepankan, apalagi kalau MIND ID sudah mengembangkan 5G itu menjadi contoh dan menginspirasi juga untuk kegiatan pertambangan yang lain. Jadi kita tidak kalah dengan perusahaan tambang dunia," kata Ediar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement