Jumat 14 Oct 2022 05:15 WIB

OJK Sebut Sejumlah Tantangan UUS Lakukan Spin Off

Unit usaha syariah masih ada yang kekurangan modal.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Karyawan menjelaskan produk perbankan kepada nasabah di gedung Bank Syariah Artha Madani yang baru diresmikan di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (7/9/2022). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan Bank Umum Konvensional (BUK) melakukan pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS) atau spin off.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Karyawan menjelaskan produk perbankan kepada nasabah di gedung Bank Syariah Artha Madani yang baru diresmikan di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (7/9/2022). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan Bank Umum Konvensional (BUK) melakukan pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS) atau spin off.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan Bank Umum Konvensional (BUK) melakukan pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS) atau spin off. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Dalam UU tersebut, spin off diwajibkan ketika nilai aset UUS telah mencapai paling sedikit 50 persen dari total nilai aset bank induknya atau 15 tahun sejak UU itu berlaku. "Jadi jatuh pada 2023 (kewajiban spin off) UU masih berlaku sampai saat ini," ujar Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK Nyimas Rohmah dalam virtual seminar, Kamis (13/10/2022).

Baca Juga

Hanya saja, ia menyatakan, masih terdapat beberapa tantangan utama bagi UUS untuk melakukan spin off. Di antaranya kekurangan permodalan.

Tantangan berikutnya yaitu potensi penurunan aset BUS hasil pemisahan dan penurunan modal inti BUK. Kemudian, potensi pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) dan biaya operasional yang lebih tinggi.

Meski begitu, kata Nyimas, semua tantangan itu memiliki solusi. Pertama, bank bisa melakukan aksi korporasi. "Mencakup konsolidasi, merger, konversi maupu tambahan modal disetor dan atau mencari investor strategis untuk mengatasi kekurangan permodalan," jelasnya.

Solusi kedua, kata dia, melalui investment account. Produk investment account yang menggunakan sumber dana dari induk dapat menjadi solusi dalam mengatasi pelampauan BMPD BUS setelah spin off dan potensi penurunan aset.

"Bisa pula dilakukan sinergi perbankan antara BUS dengan BUK induk. Ini akan menjadi solusi dalam mengatasi biaya operasional yang lebih tinggi," tutur Nyimas.

Dirinya menyebutkan, per Agustus 2022 terdapat 20 UUS dengan total aset sebesar Rp 233,75 triliun. Angka itu setara 31,39 persen dari total aset perbankan syariah.

Sementara jumlah BUS sebanyak 13. "Berdasarkan data Agustus 2022, aset industri perbankan syariah nasional mencapai Rp 744,68 triliun. Kalau kita lihat pertumbuhannya dari tahun ke tahun selalu menunjukkan hasil positif dan bisa pertahankan double digit growth," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement