Selasa 11 Oct 2022 13:50 WIB

Heru Ditunjuk Pj Gubernur DKI, Kopel Nilai Jokowi Abai pada Skandal

Penjabat harusnya bersih dan tidak pernah terkait dengan skandal korupsi.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Jabodetabek, Anwar Razak
Foto: Facebook
Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Jabodetabek, Anwar Razak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Jabodetabek, Anwar Razak, menyoroti Presiden Jokowi yang menjelaskan alasan-alasan pihaknya memilih Heru Budi Hartono sebagai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta. Jokowi, beralasan Heru memiliki kemampuan baik dalam berkomunikasi dan pengalaman baik di Jakarta.

“Tapi alasan-alasan tersebut mengabaikan sejumlah rekam jejak penting bagi seseorang yang akan menjadi pemimpin di level provinsi, apalagi Daerah Khusus Ibu Kota,” kata Anwar dalam keterangannya, dikutip Selasa (11/9/2022). 

Baca Juga

Dia mengatakan, alasan terpenting seharusnya yang dimiliki penjabat adalah bersih dan tidak pernah terkait skandal korupsi. Menilik rekam jejak Heru, dia mengatakan, Heru sempat diperiksa KPK saat menjabat Kepala BPKAD dalam kasus suap reklamasi tahun 2016. 

“Dalam persidangan terungkap bahwa Heru Budi Hartono melakukan pertemuan dengan anggota DPR di luar koordinasi Gubernur Ahok pada waktu itu,” katanya.

Tak cukup sampai di situ, sejumlah kasus lainnya dinilai Anwar menunjukkan rekam jejak yang tidak bersih. Bahkan, mengutip catatan Perkumpulan Aktivis Jakarta (PAJ), Heru Budi Hartono disebutnya, dicurigai ikut dalam tindak pidana pengadaan tanah untuk pembangunan Rusun di DKI Jakarta tahun 2015 dan 2016. 

“Alasan Presiden sangat lemah sehingga tidak menunjukkan sosok Heru Budi Hartono adalah orang yang tepat memimpin Jakarta. Keputusan presiden seharusnya ditinjau ulang,” ucapnya. 

Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengkritik, Presiden Joko Widodo yang melantik Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono sebagai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta 2022-2024. Heru, yang menggantikan Gubernur DKI Anies Baswedan pada 16 Oktober nanti, dinilainya kurang tepat menjabat DKI.

“Seorang penjabat apalagi satu daerah yang berstatus ibu kota harus bersih dari segala macam kasus yang merintanginya,” kata Abdul.

Abdul menambahkan, seorang penjabat di suatu daerah harus bebas dari berbagai kasus demi menjalankan tugas sebagai pemimpin yang baik. Dia khawatir, kasus-kasus yang lama dan belum selesai hingga sekarang itu, bisa mengganggu kinerja Heru. “Seharusnya presiden mempertimbangkannya matang-matang agar tidak membuat keriuhan politik,” tutur dia.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement