REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) menilai salah satu program yang bisa melepas ketergantungan atas subsidi LPG adalah program Jaringan Gas Rumah Tangga (Jargas). Anggota Komite BPH Migas, Yapit Saptaputra menilai subsidi LPG makin membengkak karena pola distribusinya masih terbuka dan banyak menyasar kepada kalangan yang tidak berhak.
"Maka diperlukan usaha progresif untuk menyediakan energi substitusi bagi masyarakat sesegera mungkin. Perlu ada upaya untuk mengandalkan basis energi dalam negeri," ujar Yapit, Kamis (29/9/2022).
Yapit menilai, jika dikaitkan dengan upaya-upaya menekan subsidi LPG, agar sejalan dengan transisi energi, maka peningkatan gas bumi domestik khususnya untuk sektor rumah tangga harus ditingkatkan.
"Jaringan Gas Kota untuk sektor rumah tangga menjadi hal urgent yang harus dilakukan oleh Pemerintah. Ini merupakan langkah terbaik yang bisa dilakukan oleh Pemerintah adalah mengoptimalkan penggunaan gas bumi untuk rumah tangga sebagai produk subsitusi LPG kepada masyarakat," ujar Yapit.
Ia menilai, Jargas sendiri akan berorientasi tidak hanya kepada kalangan yang selama ini menikmati LPG subsidi namun akan secara luas dinikmati oleh kalangan umum. "Pola distribusinya juga diarahkan kepada rumah tangga, bukan perorangan. Upaya kontrolnya akan lebih terkelola lebih baik," tambahnya.
Pembangunan jaringan gas kota (jargas) telah dilakukan Pemerintah dan PGN (serta anak usahanya) sejak tahun 2009 hingga tahun 2021. Telah terbangun dan aktif melayani masyarakat masing-masing sebanyak 516.720 dan 118.718 sambungan rumah (SR) pada 18 provinsi dan 64 kabupaten/kota.
Sebagai kerbelanjutannya, Pemerintah telah menugaskan PT PGN, Tbk sebagai Subholding Gas PT Pertamina (Persero) untuk membangun jargas dengan total sampai 4 juta SR di seluruh Indonesia tahun 2024 sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Sebagai produk substitusi, tantangannya antara lain bagaimana memberikan layanan prima kepada masyarakat secara non stop dan tentu saja dengan harga yang bersaing dengan pemakaian LPG non PSO. "Bilamana dikembangkan pada daerah yang infrastrukturnya sudah siap maka akan tidak membutuhkan capex yang besar, namun bila dikembangkan secara merata pada 34 Provinsi dan 514 Kab/Kota maka dibutuhkan komitmen dukungan finansial yang sangat besar. Keberhasilan pengembangan program jargas sangat membutuhkan usaha-usaha yang lintas sektoral," ujar Yapit.
Dengan komitmen atas alokasi dan harga, maka PGN sebagai subholding gas akan mempunyai keleluasaan mengembangkan lebih jauh jaringan gas kota yang saat ini belum ada jaringan pipa distribusi sebagai backbone infrastruktur existing jargas.
Keberhasilan PGN dalam mengembangkan jargas secara masif, selain akan mengurangi subsidi LPG namun akan menjadi unit bisnis yang bisa memberikan profit, apabila sektor non rumah tangga/ hotel, restoran dan kafe (HOREKA) bisa menjadi pengguna jargas dan terlayani dengan baik.
"Merupakan kewajiban bagi Pemerintah untuk menyediakan energi secara berkelanjutan, dengan harga terjangkau serta ramah lingkungan, maka pengembangan jargas harus didukung oleh seluruh stakeholder/pemangku kepentingan yang lintas sektoral," ujar Yapit.