Rabu 28 Sep 2022 13:11 WIB

BPOM: Pengawasan Terhadap Es Teh Indonesia Ada di Dinas Kesehatan

Secara umum, produk makanan dan minuman wajib mencantumkan informasi gizi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak turut mengawasi minuman es teh kemasan siap saji seperti Es Teh Indonesia. Sebab, produk Es Teh Indonesia masuk dalam kategori pangan siap saji.

Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, pengawasan terhadap pemberian informasi kandungan gula, garam, lemak (GGL) serta pesan kesehatan pangan siap saji dilakukan oleh dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota. “Jadi pengawasan ada di dinas kesehatan ya,” kata dia, Rabu (28/9/2022).

Baca Juga

Secara umum, ia mengatakan, setiap produk makanan dan minuman wajib mencantumkan informasi gizi secara lengkap termasuk kandungan gula, garam, maupun lemak. “Kalau yang Es Teh itu kan penyajian langsung. Itu tidak di dalam pengawasan Badan POM,” kata dia. 

“Kalau misalnya bahan bakunya mungkin pengawasan Badan POM. Kalau itu kan langsung disajikan dipesan sama customer langsung disajikan. Itu bukan Badan POM, tapi dinas kesehatan,” kata dia.

 

Sejauh ini, Badan POM terus mendorong agar produsen makanan dan minuman untuk mencantumkan informasi gizi dalam kemasan. "Karena produk-produk badan POM semua ada nilai gizinya kan. Harus dicantumkan terutama gula, garam, dan lemak. Penting sekali," sambung dia.

Sebelumnya, Es Teh Indonesia menyomasi seorang pelanggannya karena mengkritik minuman yang dibelinya, Chizu Red Velvet, terlalu manis. Pelanggan itu disomasi setelah menyebutkan, salah satu produk Es Teh Indonesia mengandung gula tiga kilogram, yang dinilai sebagai informasi tidak benar oleh Es Teh Indonesia.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, kekhawatirannya jika anak-anak terpapar makanan atau minuman berkadar gula tinggi sejak dini. Berdasarkan data Kemenkes, Budi mengatakan, setidaknya ada 13 persen penduduk Indonesia terkena diabetes. 

Budi menekankan, diabetes disebut sebagai mother of all diseases ini. Jika penyakit diabetes berlangsung lama akan menyebabkan penyakit serius lain seperti ginjal, stroke, jantung, dan penyakit tidak menular lain.

"Kita mesti hati-hati karena kalau enggak nanti 5 sampai 10 tahun lagi orang Indonesia akan banyak yang kena penyakit penyakit turunan dari diabetes,” kata dia.

Karena itu, ia berharap edukasi kepada masyarakat terkait batasan konsumsi gula harian perlu ditingkatkan. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) telah mengatur batasan aman konsumsi gula harian, yakni kurang dari 50 gram.

"Aturan-aturan ini sudah ada, tinggal (implementasinya) bukan hanya Kementerian Kesehatan tapi juga sektor lain. Jadi memang bahwa gula, garam lemak itu harus diatur. Tinggal edukasi kepada masyarakatnya juga," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement