Sabtu 10 Sep 2022 11:55 WIB

Singapura Jadi Tuan Rumah Kunjungan Studi Komunitas Muslim

Studi akan berisi pertukaran gagasan dan praktik mengembangkan Muslim minoritas.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Masjid Jamae atau Masjid Chulia di Jalan South Bridge distrik Chinatown Singapura. Singapura Jadi Tuan Rumah Kunjungan Studi Komunitas Muslim
Foto: Republika/Idealisa Masyrafina
Masjid Jamae atau Masjid Chulia di Jalan South Bridge distrik Chinatown Singapura. Singapura Jadi Tuan Rumah Kunjungan Studi Komunitas Muslim

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Sebuah yayasan yang didirikan oleh komunitas Muslim Singapura akan menjadi tuan rumah kunjungan studi bagi individu dari negara di mana Muslim adalah minoritas. Mereka akan berbagi praktik terbaik dan bertukar pikiran.

Menteri Urusan Muslim Singapura Masagos Zulkifli mengatakan Yayasan Rahmatan Lil Alamin, yang didirikan pada 2009 akan mengatur kunjungan di bawah Program Kerja Sama Singapura. Program tersebut untuk membantu negara-negara lain mengembangkan sumber daya manusia.

Baca Juga

Dia membuat pengumuman pada awal dua hari International Conference on Communities of Success  (ICCOS) yang diadakan di Raffles City Convention Centre. "Penting bagi komunitas Muslim minoritas seperti itu untuk dapat merujuk pada pedoman yang relevan tentang bagaimana menjalankan iman mereka dengan percaya diri," kata Masagos, dilansir dari Straits Times pada Sabtu (10/9/2022).

Kunjungan studi akan mempromosikan pertukaran gagasan dan praktik bersama untuk mengembangkan komunitas Muslim minoritas serta meningkatkan kerja sama di bidang ini antar negara. Perincian lebih lanjut akan diumumkan akhir tahun ini.

Masagos mengatakan Muslim yang hidup sebagai minoritas di seluruh dunia, terutama di masyarakat terbuka, sekuler dan progresif di bawah aturan hukum, menghadapi pertimbangan dan tantangan yang berbeda dibandingkan dengan masyarakat di mana mereka adalah mayoritas. Untuk tujuan ini, Mufti Nazirudin Mohd Nasir dari Singapura mendesak para pemimpin dan cendekiawan Islam menerapkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dapat membantu komunitas mereka membuat keputusan.

Dia juga berbicara tentang pengalaman Singapura selama pandemi Covid-19. Kemudian mencatat posisi keagamaan yang diambil saat itu belum pernah terjadi sebelumnya dan bahkan kontroversial pada awalnya, seperti menutup masjid.

"Kami bekerja sama dengan para ahli medis dan mendengarkan dengan seksama wawasan ilmiah sebelum mengeluarkan posisi, atau fatwa. Kita perlu menemukan cara untuk mendamaikan antara sains dan iman, keduanya saling melengkapi, bukan bertentangan satu sama lain," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement