REPUBLIKA.CO.ID, Intan Pratiwi/Wartawan Republika
Senyum Wayan Sucipta, seorang petani Desa Keliki, Ubud, Gianyar, Bali tersungging, pasalnya kini ia tak khawatir lagi akan kecukupan debit air irigasi sawahnya. Awalnya, level elevasi dan sistem antri saat musim kemarau membuat ada sawah yang tidak mendapatkan air irigasi, termasuk sawah miliknya.
Masyarakat Desa Keliki sebagian besar berprofesi sebagai petani, metode pertanian yang mereka gunakan masih berbasis konvensional dan sumber pengairan yang didapatkan dari mata air sungai yang dibuatkan jalur irigasi ke sawah dengan struktur terasering.
"Sekarang, debit air di irigasi kami mulai bertambah berkat sistem pompa tenaga surya. Selesai aktivitas dari sawah kami juga bisa bersih-bersih dari air yang tersimpan pada tangki sebelah Pura," ujar Wayan, Selasa (23/8).
GoGerilya, tim startup lulusan program Gerilya (Gerakan Inisiatif Tenaga Surya) Kementerian ESDM menyelesaikan sistem ini dalam waktu 2 pekan, bersama tim Society of Renewable Energy (SRE), mahasiswa Universitas Udayana dan puluhan masyarakat setempat Desa Keliki, salah satu desa binaan yang masuk kedalam program Desa Energi Berdikari Pertamina.
Sebelumnya, berbagai solusi untuk pengairan dihadirkan di desa ini, diantaranya sumur air tadah hujan. Berdasarkan kondisi yang terdapat di beberapa lokasi sawah, yaitu kapasitas terpasang listrik yang rendah, jaringan listrik yang belum terjangkau di lokasi, dan belum tersedia sumur yang ada, maka tim GoGerilya memilih pompa tenaga surya sebagai solusi terpilih.
"Pembagian tugasnya, tim GoGerilya yang telah mendapatkan sertifikasi pemasangan mengerjakan sistem mekanikal dan elektrikal, mahasiswa membantu perakitan sistem dengan pembekalan yang diberikan sebelumnya oleh tim inti, serta masyarakat yang mengerjakan pondasi dan membantu pemasangan pipa untuk sistem pengairan," ungkap Zagy Yakana Berian, Founder SRE sekaligus PIC kegiatan tersebut.
Zagy mengungkapkan, meski telah diorganisir melalui Subak, debit air yang semakin kecil seiring menurunnya level elevasi pada sawah dan sistem antri saat musim kemarau mengakibatkan debit air tak bisa memenuhi kebutuhan sawah di Desa Keliki. Imbasnya, saat musim kemarau bisa dipastikan ada sawah yang tidak mendapatkan air irigasi.
"Maka dari itu 7 subak di desa tersebut mendapat bantuan Pertamina berupa sumur, pompa celup berkapasitas 1,5 HP bertenaga panel surya sebesar 2,5 kWp tanpa menggunakan baterai melainkan menggunakan inverter yang dapat menyesuaikan frekuensi saat matahari bersinar," ungkap Zagy.
Ia mengungkapkan seluruh sistem dengan total 17,5 kWp ditempatkan berdekatan dengan Pura di masing-masing subak tersebut. Sistem ini bekerja hanya saat matahari bersinar dengan rata - rata 4 jam sehari dengan total air 12.000 liter per hari. Air yang dihasilkan sebagian disimpan pada tangki air 1.100 liter untuk kebutuhan kegiatan adat di pura setempat dan selebihnya dialirkan pada irigasi milik subak tersebut.
Wayan lagi-lagi bersyukur, nanti saat upacara Ngaben masal, yang semula masyarakat membawa ember berisi air dari rumah masing-masing sekarang bisa langsung mendapatkan air dari sumur di lokasi tersebut. "Debit air pada masing-masing subak bertambah dan diharapkan para petani tidak usah mengantri air, kondisi kekurangan air pada musim kemarau bisa terselesaikan," harapnya.
Pengembangan potensi wilayah berbasis komunitas dengan pemanfaatan energi bersih menjadi bentuk nyata dalam transisi energi di Indonesia, terlebih motor penggerak program ini adalah generasi muda yang memiliki semangat dan kemampuan dalam memecahkan masalah. Penerima manfaat di desa tersebut menyambut baik dan puas dengan sistem yang telah dibangun bersama, ke depannya masyarakat ini diharapkan dapat menjaga dan merawat sistem sesuai pembekalan yang telah diberikan oleh tim GoGerilya.