REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk tidak menaikkan suku bunga acuan disebut menjadi sentimen positif di pasar saham. BI kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate di level 3,50 persen saat pertemuan pada Juli 2022.
"Tidak naiknya suku bunga BI, menjadi sentiment positif untuk pergerakan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)," kata Equity Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora kepada Republika dikutip pada Senin (25/7/2022).
Andhika mengatakan, dengan bertahannya suku bunga berarti para pelaku pasar akan masih memilih instrumen saham untuk tempat berinvestasi. Di sisi lain, imbal hasil instrumen pasar uang seperti deposito juga belum naik.
Tidak hanya dapat menarik investor untuk masuk ke pasar saham, suku bunga yang dipertahankan pada level 3,50 persen pun menjadi sentimen positif bagi para emiten. Sebab, bunga pinjaman juga tidak ikut naik sehingga bisa berpengaruh positif ke kinerja keuangan emiten.
Meski demikian, Andhika melihat potensi kenaikan suku bunga masih terbuka terutama bila inflasi Indonesia kembali naik. BI diperkirakan akan mengikuti jejak bank sentral AS, Federal Reserve, yang telah lebih dulu menaikkan suku bunga.
Di tengah sentimen ini, Andhika menilai saham sektor perbankan masih akan diminati oleh investor asing terutama PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI). Selain memiliki likuiditas tinggi, kedua saham bank besar ini mencatatkan kinerja yang cemerlang di kuartal I 2022.
Meski demikian, menurut Andhika, investor tetap perlu melakukan analisa fundamental dan teknikal jika ingin mengoleksi saham bank jumbo tersebut. Pasalnya, investor asing berpeluang untuk keluar dari pasar saham Indonesia jika dipengaruhi sentimen negatif dari global.