REPUBLIKA.CO.ID, LABUAN BAJO - PT PLN (Persero) mengajak para delegasi pertemuan Sherpa Meeting G20 ke-2 mengunjungi Pulau Messah, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di Pulau Messah terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai sumber penghasil energi listrik di pulau tersebut. Kehadiran pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) di pulau terpencil ini menjadi wujud komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan PLTS dengan kapasitas 530 kWp hadir melistriki 2.000 warga Pulau Messah sejak 2019. Ini merupakan bukti kehadiran negara dan PLN dalam memberikan akses energi yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
"Ini merupakan listrik pertama bagi masyarakat Messah setelah puluhan tahun mereka menetap tidak pernah merasakan listrik. PLN hadir memberikan akses listrik yang andal dan bersih," ujar Darmawan.
Darmawan juga menjelaskan sebelum ada listrik masyarakat bertahan hidup hanya dengan penerangan lampu teplok. Dahulu, memang sempat ada warga yang membeli genset dan kemudian digunakan secara komunal. "Namun, setiap malam setiap masyarakat harus membayar Rp 14.000 hanya agar mendapatkan akses listrik," ujar Darmawan.
Dengan adanya PLTS Messah, masyarakat kini bisa menikmati listrik 24 jam. Selain itu, masyarakat juga tidak perlu lagi merogoh kocek dalam untuk akses listrik. Karena, PLN memberlakukan tarif yang sama untuk semua pelanggan. "Saat ini bisa dibilang, masyarakat hanya membutuhkan Rp 20.000 - Rp 50.000 per bulan untuk mengisi token listrik mereka," ujar Darmawan.
Dengan hadirnya listrik di Pulau Messah masyarakat jadi bisa meningkatkan aktivitas, terutama aktivitas ekonomi mereka. Mayoritas penduduk mata pencahariannya adalah nelayan. Setelah ada listrik, perekonomian Pulau Messah tumbuh dengan diversifikasi usaha lain seperti UMKM rumahan, toko kelontong, bahkan toko pulsa.
"Anak-anak sekolah juga mampu menikmati terang lampu dan bisa belajar dengan baik," ujar Darmawan.
Darmawan menambahkan, dalam proses pembangunan PLTS Messah PLN tetap mengapresiasi kearifan lokal. Di tengah hamparan PLTS hingga kini, terdapat sebuah pohon yang dipercaya oleh masyarakat setempat menjaga warga sejak nenek moyang terdahulu sehingga tidak boleh dipotong. Hal ini merupakan bentuk upaya PLN dalam menjaga adat dan budaya yang berlaku di pulau tersebut.
Haji Basgun (51) salah satu warga Pulau Messah mengaku sangat bahagia dengan hadirnya listrik di Pulau Messah. Basgun menjelaskan dengan adanya akses listrik masyarakat mampu meningkatkan aktivitas ekonominya.
"Kami juga sudah membeli beberapa peralatan listrik untuk mendukung aktivitas rumah tangga. Para nelayan bisa membeli freezer untuk mengawetkan hasil laut dan lainnya juga memproduksi minuman dingin sehingga kehidupan warga juga lebih baik," ujar Basgun.
Basgun juga menjelaskan sejak kehadiran PLTS, warga hanya membeli token Rp 20.000 dan dengan uang sejumlah tersebut warga sudah menikmati penerangan melewati pukul 22.00.
Showcase ke Pulau Messah turut memeriahkan penyelenggaraan rangkaian acara pertemuan G20 sebagai wujud transisi energi di mana listrik ramah lingkungan telah hadir di daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) dalam menopang kehidupan masyarakat terpencil. Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, PLN terus berjuang melistriki daerah 3T. Kondisi geografis kepulauan menjadi peluang untuk PLN bisa terus berinovasi meningkatkan bauran energi baru terbarukan.