Kamis 07 Jul 2022 12:30 WIB

Kejahatan Seksual terhadap Santri di Jombang, Polri Diminta Evaluasi

Hal itu bisa menjadi bentuk viktimisasi sekunder atas diri korban.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Pencabulan
Foto: Foto : MgRol_94
Ilustrasi Pencabulan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Forensik, Reza Indragiri menyayangkan pelaku pencabulan oleh MSA yang juga anak kiai di Jombang  yang berujung buron. Ia berharap ini menjadi bahan evaluasi kepolisian terkait penahanan pelaku kejahatan seksual yang berlindung di balik tokoh atau nama besar di masyarakat.

Salah satu alasan pelaku menjadi buron dikarenakan pengamanan terhadap tersangka yang tak kunjung berhasil dilakukan aparat. Ditambah tuntutan hukuman terhadap terdakwa yang begitu ringan. Besaran restitusi atau ganti rugi dari pelaku juga pas-pasan. Justru yang didapat proses hukum yang berkepanjangan.

Menurut Reza, itu semua bisa menjadi bentuk viktimisasi sekunder (secondary victimization) atas diri korban. Korban yang sudah menderita akan kian nelangsa hidupnya. "Jadi, memang sebaiknya Polri melakukan evaluasi, apa gerangan penyebab panjangnya proses di kepolisian," kata Reza kepada wartawan, Kamis (7/7/2022).

Jika masalahnya ada pada keterampilan penyidik, ia berpesan, maka segera dikursuskan. Kalau masalahnya pada integritas, disiplinkan. Apabila terkendala oleh maraknya opini negatif, lawan dengan kontra opini. Seandainya problemnya pada adanya kelompok masyarakat yang menghalang-halangi polisi, monggo introspeksi.

"Tidak adakah kelompok-kelompok masyarakat lainnya yang sudi memberikan dukungan kepada polisi. Menghadapi FPI saja gagah berani, maka semestinya apalagi terhadap satu tersangka ini," katanya.

Karena itu ia berharap dari proses hukum yang lambat ini, Polda Jatim perlu ingat-ingat kembali. Di tahun 2014 Presiden SBY mengeluarkan Inpres Gerakan Nasional Antikejahatan Seksual terhadap Anak. Hal yang sama semasa Presiden Jokowi, UU Perlindungan Anak juga direvisi.

Belum lama, Polri meresmikan pembentukan direktorat baru, yaitu Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak. Maka seharusnya ini menjadi penegas kepada polisi bisa menindak tegas pelaku pencabulan dan kejahatan seksual apapun latar belakang yang berada dibelakang mereka.

Sebelumnya Polda Jawa Timur (Jatim) menerbitkan surat daftar pencarian orang (DPO) terhadap MSA, putra seorang kiai ternama di Kabupaten Jombang, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan terhadap santriwatinya. DPO dikeluarkan karena MSA melarikan diri setelah upaya panjang penahanan terhadap pelaku selalu gagal karena dihalang halangi oleh pihak pesantren dan masyarakat sekitar.

Pada Oktober 2019, MSA dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG. Selama disidik oleh Polres Jombang, MSA diketahui tidak pernah sekali pun memenuhi panggilan penyidik.

Penyidik pun menetapkan MSA sebagai tersangka bulan Desember 2019. MSA memilih menggugat Kapolda Jatim karena menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah. MSA sempat mengajukan praperadilan dan menuntut ganti rugi senilai Rp 100 juta dan meminta nama baiknya dipulihkan. Gugatan itu terdaftar dalam nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby tertanggal 23 November 2021.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement