REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut keberadaan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) memiliki tantangan untuk melakukan inovasi. Peran BPR dan BPRS diperlukan untuk melayani kepentingan ekonomi kecil dan UMKM.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan BPR/BPRS memang perlu secepatnya melakukan inovasi agar dapat berkompetisi. Di samping persaingan dengan bank konvensional, BPR/BPRS juga menghadapi shadow banking melalui fintech dengan regulasi yang lebih longgar dan kompetitif.
“Tantangannya adalah bagaimana niche product and market yang dipegang BPR/BPRS yang dapat melakukan penetrasi pasar, sehingga dapat bertumbuh dengan baik. Harapannya BPR/BPRS dapat menjadi lembaga yang agile, adaptive, contributive, dan resilient dalam kontribusi dalam pengembangan UMKM di daerah masing-masing,” ujarnya saat webinar Arah Maju Transformasi Digital BPRS di Indonesia, Kamis (30/6/2022).
Dalam rangka memperingati Hari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) pada 2022, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) berkolaborasi dengan Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) Kompartemen BPRS mengajak para anggota BPRS dapat berinovasi dan bertransformasi secara teknologi demi menjaga eksistensi dan memperluas pembiayaan bagi masyarakat luas, khususnya pelaku UMKM.
Direktur LPPI, Mulya E Siregar menambahkan arah kebijakan OJK yang nantinya ditetapkan POJK 25 banyak beralih ke sustainable finance yang menjadi tantangan baru dan sangat penting bagi BPR/BPRS dapat berinovasi dengan cepat.
“Saya berharap segala kebijakan dapat memajukan BPR/BPRS sehingga lebih kompetitif dan mendapatkan perhatian dari publik,” ucapnya.
Ketua Umum Kompartemen BPRS Asbisindo, Cahyo Kartiko, menambahkan tantangan utama BPRS dapat bertumbuh di tengah persaingan yang semakin ketat. Konsentrasi pendanaan dan bagi hasil tinggi, pemilihan portofolio pembiayaan berisiko tinggi, model bisnis yang kurang jelas, serta masih menggunakan teknologi sederhana menjadi tantangan utama BPR/BPRS saat ini.
“Transformasi digital merupakan kondisi yang tidak dapat dihindari oleh industri termasuk industri BPR Syariah. Dengan adanya sinergi dan kolaborasi serta dukungan penuh dari otoritas, maka kebutuhan pasar akan transaksi digital oleh BPR Syariah akan lebih cepat terpenuhi,” ucapnya.
Sebagai langkah konkret inovasi dan pengembangan BPRS, ALAMI Group sebagai peer to peer syariah mengambil langkah besar dengan mengakuisisi PT BPRS Cempaka Al Amin dan mentransformasikannya menjadi Hijra Bank pada Maret 2021.
CEO & Founder ALAMI Group, Dima Djani, mengatakan kolaborasi ini terdiri dari berbagai aspek antara lain peningkatan akses pembiayaan melalui skema channeling/referral, dukungan teknologi terkait pemanfaatan credit scoring calon penerima pembiayaan berbasis data fintech, penggunaan produk dana pihak ketiga BPR sebagai rekening dana penerima pembiayaan fintech, serta pelaksanaan akses transaksi pemindahbukuan dan pembayaran melalui infrastruktur fintech dan bank.
Proses transformasi dan adopsi teknologi BPRS Hijra ALAMI (Hijra Bank) ini, lanjut Dima, membawa dampak langsung terhadap pertumbuhan kinerja BPRS. Hal ini mempercepat proses bisnis dan menempatkan nasabah sebagai fokus utama bisnis (customer oriented).
Penambahan modal yang dilakukan ALAMI Group kepada Hijra Bank menjadi Rp 15 miliar membuat perusahaan tersebut menjadi lebih optimal dalam menjalankan aktivitas bisnis. Hasilnya, aset Hijra Bank tumbuh 139 persen year on year (yoy) hingga lebih dari Rp 92 miliar pada Mei 2022,” jelas Dima.
“Prinsip syariah yang terus digaungkan melalui produk-produk dari ALAMI Group termasuk Hijra Bank bertujuan agar masyarakat dapat mengelola keuangannya dengan lebih baik melalui prinsip keuangan syariah yang adil, transparan, dan memudahkan, sehingga memberikan dampak positif yang lebih luas kepada masyarakat secara umum,” ucapnya.