Jumat 24 Jun 2022 09:27 WIB

Bank Indonesia Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global

Bank Indonesia mengoreksi proyeksi ekonomi dunia dari 3,4 menjadi 3 persen

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan sambutan secara virtual saat pembukaan seminar internasional Bank Indonesia mengoreksi proyeksi ekonomi dunia dari 3,4 menjadi 3 persen
Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan sambutan secara virtual saat pembukaan seminar internasional Bank Indonesia mengoreksi proyeksi ekonomi dunia dari 3,4 menjadi 3 persen

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global karena perkembangan terbaru serta risiko stagflasi. Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan disrupsi pasokan global telah menekan fiskal negara-negara di dunia sehingga perekonomian semakin melambat.

"Pada 2022, kami proyeksi ekonomi dunia akan tumbuh tiga persen, kami koreksi dari sebelumnya 3,4 persen dan 3,5 persen," kata dia dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (23/6).

Revisi proyeksi ini setelah perkembangan terbaru kenaikan Fed Fund Rate, kondisi geopolitik global akibat perang berkelanjutan, hingga kebijakan zero Covid di China. Meski demikian, Perry mengatakan proyeksi BI pada 2023 pertumbuhan ekonomi akan kembali naik jadi 3,3 persen.

Kondisi perlambatan ekonomi masih disebabkan oleh semakin meningkatnya harga-harga komoditas global. Sejumlah negara melakukan pengetatan moneter di tengah kemampuan fiskal yang sangat terbatas.

"Kami perkirakan bahwa suku bunga FFR pada akhir tahun ini tadinya 3,25 persen, dengan perkembangan terbaru kami proyeksikan naik jadi 3,5 persen, dan 2023 naik 50bps lagi jadi empat persen," katanya.

Perekonomian global terus diwarnai dengan meningkatnya inflasi di tengah pertumbuhan yang diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Berlanjutnya ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, yang disertai dengan pengenaan sanksi yang lebih luas dan kebijakan zero Covid-19 di Tiongkok, menahan perbaikan gangguan rantai pasokan.

Gangguan dari sisi suplai disertai dengan meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan oleh berbagai negara. Ini mendorong tingginya harga komoditas global yang berdampak pada peningkatan tekanan inflasi global.

Berbagai negara, termasuk Amerika Serikat (AS), merespons kenaikan inflasi tersebut dengan menempuh pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif. Hal tersebut berpotensi menahan pemulihan perekonomian global dan mendorong peningkatan risiko stagflasi.

Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti AS, Eropa, Jepang, China, dan India diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Volume perdagangan dunia juga diperkirakan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

Perkembangan tersebut berdampak pada ketidakpastian pasar keuangan global yang masih akan tetap tinggi. Sehingga mendorong terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia.

Aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik mencatat net inflows sebesar 1,5 miliar dolar AS pada kuartal II 2022 hingga 21 Juni 2022 di tengah peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement