Selasa 21 Jun 2022 16:30 WIB

Kemenparekraf Siapkan Panduan Layanan Wisata Halal

Wisata halal bukan berarti islamisasi wisata atraksi.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Wisata halal (ilustrasi)
Foto: BNI Syariah
Wisata halal (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, Kemenparekraf telah menyusun kebijakan terkait pariwisata halal yang menekankan pada tambahan layanan yang disediakan pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif merespons besarnya potensi wisata halal atau ramah Muslim di Indonesia.

Sandiaga Uno dalam Weekly Press Briefing Senin (20/6/2022), kemarin mengatakan, kebijakan itu telah disusun dalam bentuk panduan yang dapat diikuti pengelola destinasi dan sentra ekonomi kreatif di daerah dalam menghadirkan layanan tambahan ramah muslim.

Baca Juga

Ia pun menegaskan, wisata halal bukan berarti Islamisasi wisata atraksi, melainkan memberikan layanan tambahan yang terkait dengan fasilitas, turis, atraksi, dan aksesibilitas untuk memenuhi pengalaman dan kebutuhan para wisatawan muslim.

"Kita akan terus tingkatkan jumlah layanan tambahan bagi para wisatawan khususnya untuk wisata halal ini. Kami telah menyusun kebijakan ini dan dalam waktu singkat kami akan menerbitkan panduan untuk destinasi tambahan," katanya dalam Siaran Pers, Selasa (21/6/2022).

Sandiaga mengatakan, selain destinasi unggulan seperti Sumatra Barat, Aceh,  Jawa Barat dan Kalimantan Selatan, ada juga seperti Madura yang ingin mengembangkan destinasi pariwisata halalnya.

Data menunjukkan, pada 2019 umat Islam di seluruh dunia menghabiskan total 2,02 triliun dolar AS untuk belanja makanan, kosmetik farmasi, fesyen, travel, dan rekreasi. Pasar muslim global diperkirakan akan tumbuh hingga 2,4 triliun dolar AS pada tahun 2024. Sejumlah pengeluaran terbesar bagi konsumen muslim adalah pada makanan dan minuman halal.

Dalam pemeringkatan Global Muslim Travel Index (GMTI) tahun 2022, Indonesia sendiri berhasil menempati posisi kedua. Naik dua peringkat dari sebelumnya di posisi keempat pada tahun 2021.

Karena itu, pengembangan layanan wisata halal dan Muslim-friendly tourism wajib dilakukan untuk mendorong Indonesia menjadi pemimpin dalam pengembangan wisata ramah muslim dunia."Untuk wisata halal saya berharap fokus, karena kita sudah berhasil meningkatkan posisi kita ke posisi 2 sekarang kita harus menuju ke nomor 1 dan tentunya tambahan layanan atau extensional service ini dengan konsep need to have, good to have, dan nice to have," kata Sandiaga.

Sandiaga juga menyampaikan langkah-langkah pengembangan desa wisata di mana salah satunya Kemenparekraf menjalankan program familiarization trip (famtrip) ke desa wisata baik untuk pasar wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.

Pengembangan desa wisata merupakan salah satu fokus program dari Kemenparekraf yang juga sejalan dengan arahan Presiden karena desa wisata dinilai mampu menggerakkan ekonomi masyarakat, UMKM, menciptakan lapangan kerja, dan melestarikan lingkungan.

Keberadaan desa wisata diharapkan dapat menjadi daya ungkit bagi ekonomi desa dan sebagai wahana promosi untuk menunjukkan potensi desa-desa wisata di Indonesia kepada wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.

"Destinasi desa wisata ini sedang nge-hits banget, kita sekarang mendorong satu terobosan baru yaitu famtrip untuk pariwisata nusantara," katanya.

Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan, dalam kesempatan berbeda, menyampaikan optimistisnya terhadap sektor wisata halal yang akan bangkit lebih cepat dari tema wisata lainnya. Itu karena wisata halal punya karakteristik sesuai dengan tren kebutuhan wisatawan saat ini.

"Wisata yang bisa bertahan adalah yang punya karakteristik dan ini adalah wisata masa depan," kata Riyanto kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia membentuk tiga perilaku baru yang menjadi tuntutan bagi dunia pariwasata. Yakni proses digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi, kesehatan, serta pengendalian diri dari hura-hura yang kurang bermanfaat bahkan memberi dampak buruk pada tubuh.

Ketiga tuntutan itu mesti ditangkap oleh para pelaku pariwisata halal karena memiliki jawaban atas tuntutan itu. Apalagi, pariwisata halal bersifat universal sehingga tidak dikhususkan bagi wisatawan muslim namun juga dapat dinikmati wisatawan non muslim.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement