REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit mulut dan kuku (PMK) kembali mewabah setelah Indonesia bebas dari penyakit itu sejak era 1990-an silam. Serikat Petani Indonesia (SPI) menduga, virus PMK yang masuk ke Indonesia berasal dari luar negeri karena virus tersebut tidak mampu bertahan lama.
"Virus PMK ini muncul diduga karena impor daging, sapi dan ternak lainnya dari luar yang meningkat dari negara-negara yang masih ada zonasinya wabah PMK," terang Henry secara tertulis, Kamis (12/5/2022).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) memang terjadi kenaikan impor sapi. Pada 2021 impor daging sapi sebesar 273,53 ribu ton, jumlah itu naik 22,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 223,42 ribu ton.
“Nilai impor daging 2021 sapi pun naik menjadi 948,37 juta dolar AS. Jumlah ini naik 35,83 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 698,18 juta dolar AS," katanya.
Henry menuturkan kebijakan impor tersebut didukung oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
“SPI bersama yang tergabung dalam Komite Perlindungan Perdagangan Peternakan dan Kesehatan Hewan (KP3 KESWAN) menang dalam judicial review UU Nomor 18 Tahun 2009, tapi kemudian lahir UU Nomor 41 Tahun 2014 berdasarkan zonasi, terus di-judicial review lagi oleh kawan-kawan seperti dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) dan lainnya, tapi kalah,” keluhnya.
Ia menilai, lahirnya UU Nomor 41 Tahun 2014 ini semakin memperluas kebijakan importasi ternak di tengah ketergantungan pada impor ternak dan produk ternak yang sudah tinggi.
Henry mengatakan, pemberlakuan sistem zona tersebut merugikan hak masyarakat untuk hidup sehat, sejahtera, aman, dan nyaman dari bahaya penyakit menular dari hewan ataupun produk hewan yang dibawa karena proses impor dari zona yang tidak aman.
"Seharusnya pemerintah melindungi peternakan di Indonesia sejalan dengan janji pemerintahan Jokowi untuk membangun kedaulatan pangan di Indonesia, yang menargetkan Indonesia menjadi negara yang swasembada untuk daging," kata dia.
Hal tersebut diperjelas Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi (P3A) SPI Qomarun Najmi. Ia menyampaikan, untuk memastikan apakah dari daging atau ternak hidup harus dilihat strain virus yang ada pada daging atau ternak.
"Misalnya strain virus PMK di India sudah teridentifikasi kemudian nanti kalau strain virus di Indonesia sama dengan India berarti asalnya dari India. Artinya tetap harus ada yang bertanggung jawab terhadap munculnya PMK," katanya.
Baca juga : Khasiat Madu dan Mengapa Ada Surah an-Nahl dalam Alquran?
Qomarun Najmi melanjutkan, hal yang terpenting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan rangkaian pencegahan karena virus ini sangat mudah menular. PMK pada sapi ini mengakibatkan kurangnya nafsu makan, demam, menggigil, menggosokan bibir, air liur lebih banyak, dan gelisah.
Namun, dengan pengobatan sekitar seminggu hingga dua minggu bisa sembuh. "Jika kondisinya sudah parah misalkan sampai kuku lepas itu mending dipotong saja untuk dikonsumsi," kata dia.
Ia melanjutkan, PMK tidak berpengaruh ke manusia. PMK disebabkan virus spesifik sehingga kemungkinan menular kepada manusia sangat kecil. Ada laporan menular kepada manusia tapi sangat kecil, ini bisa diantisipasi dengan memasak daging dengan sempurna.
"Meskipun penularan PMK cepat tapi bisa di obati dan disembuhkan. Anggota SPI dari Jawa Timur misalnya, mereka menggunakan cangkang hewan laut mimik yang dibakar dan dihaluskan sebagai obat luar," katanya menambahkan.
Baca juga : PMK Meluas, Pakar Duga Ada Impor Ilegal Hewan Berkuku Belah