REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menegaskan, meski program bantuan langsung tunai (BLT) dapat membantu meningkatkan daya beli masyarakat, tapi pemerintah jangan lalai menuntaskan akar masalah sebenarnya, perbaiki tata kelola Minyak Goreng Sawit (MGS). Hal tersebut diungkapkannya menanggapi program BLT (Bantuan Langsung Tunai ) yang diluncurkan pemerintah baru-baru ini.
Ia mengakui program ini pasti disambut baik dan dinanti masyarakat kecil. Apalagi, selain minyak goreng, harga-harga bahan kebutuhan pokok yang lain seperti gula, kedelai, daging, dan lain-lain juga sudah merambat naik. Namun tentunya pemerintah tidak boleh mengandalkan program jangka pendek semacam ini.
Pemerintah tetap harus fokus menyelesaikan akar masalah sebenarnya agar kelangkaan dan kemahalan MGS tidak terjadi lagi di kemudian hari. “Akar masalah saat ini sebenarnya adalah tata kelola minyak goreng sawit yang oligopolistik sehingga pasokan dan harganya dikuasai oleh segelintir pengusaha,” ungkap Mulyanto, Selasa (12/4/2022).
Menurut dia, program BLT ini dapat dibaca sebagai teguran kepada Menteri Perindustrian yang hingga hari ini atau hampir satu bulan, namun belum mampu juga menurunkan harga minyak goreng sawit (MGS) curah seharga HET sebesar Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kg sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya.
Data hari ini menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS nasional) harga rata-rata MGS curah masih bertengger di angka Rp. 19.950 per kg. Politisi dari Fraksi PKS ini menilai kalau harga MGS curah sudah mencapai HET (Harga eceran terendah), tentu Pemerintah tidak harus bersusah-payah mengucurkan program BLT minyak goreng ini.
Dalam sudut pandang lain, selama harga MGS curah ini masih di atas HET, sebenarnya BLT tersebut lebih dinikmati oleh pengusaha MGS ketimbang rakyat kecil. Karena dalam praktiknya, selisih antara harga jual dengan HET MGS tersebut langsung ditutup oleh dana BLT tersebut. Uang yang diterima rakyat kecil dari BLT ini sebenarnya cuma “numpang lewat” saja. Untuk selanjutnya uang tersebut masuk ke kantong pengusaha MGS.
"Jadi sebenarnya pengusaha MGS ini mendapat dobel subsidi. Satu subsidi di hulu, melalui dana BPDPKS (badan pengelola dana perkebusan kelapa sawit) dan satu lagi subsidi di hilir, melalui dana BLT," terangnya.
Oleh karenanya Mulyanto mendesak, agar Menteri Perindustrian serius menyelesaikan tata niaga MGS curah ini agar harganya segera mencapai HET. Serta tidak mengandalkan pendekatan BLT yang bersifat jangka pendek dan tidak seberapa.“Pemerintah secara struktural harus mampu mengendalikan harga MGS curah ini. Jangan kalah dan dipermainkan oleh pengusaha nakal,” tegasnya.
Sebagai informasi, untuk diketahui, Pemerintah berencana menyalurkan BLT (bantuan langsung tunai) sebesar Rp. 300 ribu per orang kepada 20,5 juta keluarga penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), termasuk pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan makanan gorengan.
Rencananya sebelum Hari Raya Idul Fitri, BLT ini sudah tersalurkan kepada masyarakat yang berhak secara tepat sasaran. Masyarakat diminta untuk mengawasi pelaksanaan penyaluran BLT ini, agar tidak disimpangkan untuk tujuan-tujuan yang tidak diharapkan.