Senin 21 Mar 2022 21:33 WIB

Inalum Masih Bergantung Impor 500 Ribu Ton Alumina per Tahun

Karena tidak ada pabrik pengolahan yang bisa mengolah bauksit menjadi alumina.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Logo PT Inalum. PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) sampai saat ini masih mengimpor bahan baku alumunium, yaitu alumina.
Foto: inalum.id
Logo PT Inalum. PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) sampai saat ini masih mengimpor bahan baku alumunium, yaitu alumina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) sampai saat ini masih mengimpor bahan baku alumunium, yaitu alumina, karena tidak adanya pabrik pengolahan yang bisa mengolah bauksit menjadi alumina.

Direktur Operasi dan Portfolio MIND ID Danny Praditya mengungkapkan, PT Inalum saat ini tercatat masih melakukan impor mencapai 500 ribu ton per tahun untuk pemenuhan bahan bakunya.

Baca Juga

"Inalum saat ini ada ketergantungan impor alumina satu tahun 500 ribu ton dari India dan Australia," ungkap Danny dalam RDP Komisi VII DPR RI, Senin (21/3/2022).

Danny melanjutkan, dengan kondisi tersebut maka kehadiran Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat amat dibutuhkan.

Smelter yang direncanakan berkapasitas 1 juta ton ini bakal mengatasi permasalahan impor. Bahkan, Indonesia berpotensi mengekspor 500 ribu ton alumina nantinya.

Sayangnya, proyek yang ditargetkan beroperasi pada Juli 2023 ini mengalami keterlambatan. Proyek ini baru mencapai 13,78 persen dari rencana 71,73 persen pada tahun ini.

Proyek SGAR dikelola PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI) yang dimiliki PT Inalum (Persero) dengan saham sebesar 60 persen dan ANTAM dengan saham 40 persen. Proyek berkapasitas 1 juta ton ini semula ditargetkan rampung pada Juli 2023 mendatang.

Proyek ini diharapkan nantinya bisa mengolah bauksit dari PT Antam untuk selanjutnya dikirim ke smelter Inalum. Kehadiran proyek ini pun juga diharapkan bisa menekan angka impor alumina.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement