REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Harga minyak goreng yang sempat melambung membuat pemerintah sempat mengenakan harga eceran tertinggi (HET) untuk komoditas ini. Di sisi lain, pemerintah juga diminta untuk bisa bersikap tegas dalam melawan mafia minyak goreng.
"Dengan kejadian kelangkaan kemarin, tantangan pemerintah saat ini harus bisa melawan mafia minyak goreng. Inilah tantangannya,” kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (19/3).
Dalam kesempatan tersebut, Huda mengatakan aplikasi HET secara gradual membuat harga minyak goreng perlahan turun menuju titik yang ditentukan. Harga pun mulai menyentuh angka rasional yang dapat dijangkau masyarakat.
Ia juga menilai langkah pemerintah melalui Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto sudah tepat ketika menerapkan HET pada minyak goreng kemasan dan minyak goreng curah. Adanya HET ini, kata Huda, membuat daya beli masyarakat terjangkau.
“Sebelum kebijakan HET, minyak goreng berada di kisaran Rp42 ribu untuk per liter. Ada kebijakan HET, minyak goreng berada di kisaran Rp28 ribu (HET) hingga Rp5 ribu (di atas HET). Saat kebijakan HET dicabut, minyak goreng kemasan sudah menyentuh harga Rp47 ribu per dua liter,” jelas Huda.
Meski diakui Huda, penerapan HET akan membuat kelangkaan dari produk tersebut, dalam hal ini minyak goreng kemasan. Hal itu, karena produsen dan rantai distribusi minak goreng tak mau kehilangan momen mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Ini menjadi tanggung jawab pemerintah agar stok minyak goreng bisa mencukupi di pasaran dengan harga yang sudah ditentukan.
“Pemerintah sudah seharusnya menyediakan stok terlebih dahulu dan ketika stoknya cukup banyak maka pemerintah bisa melakukan kebijakan HET sekaligus melakukan operasi pasar. Kebijakan HET sudah pasti akan menimbulkan kelangkaan, maka dari itu kebijakan ini harus diimbangi dengan penyediaan stok dari pemerintah,” paparnya.