REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Uni Eropa sedang mempersiapkan babak baru sanksi yang lebih keras terhadap Rusia. Kepala Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada Jumat (11/3/2022) mengatakan, Uni Eropa akan menangguhkan hak keanggotaan Rusia di lembaga keuangan multilateral terkemuka, termasuk IMF dan Bank Dunia.
"Kami akan menyangkal status Rusia sebagai negara yang paling disukai di pasar kami. Ini akan mencabut manfaat penting yang dinikmati Rusia sebagai anggota WTO (Organisasi Perdagangan Dunia)," kata von der Leyen, dilansir Anadolu Agency, Sabtu (12/3/2022).
Von der Leyen mengatakan, perusahaan Rusia tidak akan lagi memiliki posisi istimewa di Uni Eropa. Von der Leyem memastikan bahwa Rusia tidak dapat memperoleh pembiayaan, pinjaman, atau manfaat lain dari lembaga keuangan internasional.
Selain itu, Uni Eropa berupaya agar Rusia dan elitnya tidak dapat menggunakan aset kripto untuk menghindari sanksi. Von der Leyen mengatakan, Uni Eropa juga akan melarang ekspor barang mewah dari negara anggota ke Rusia.
"Mereka yang mendukung mesin perang (Presidem Rusia Vladimir) Putin seharusnya tidak lagi dapat menikmati gaya hidup mewah, sementara bom jatuh pada orang-orang yang tidak bersalah di Ukraina," kata Von der Leyen.
Uni Eropa juga memberlakukan larangan impor barang-barang besi dan baja utama dari Rusia. Von der Leyen menambahkan, Uni Eropa akan mengusulkan larangan besar terhadap investasi Eropa di seluruh sektor energi Rusia.
"Larangan ini akan mencakup semua investasi, transfer teknologi, jasa keuangan, untuk eksplorasi dan produksi energi,” kata von der Leyen.
Uni Eropa pada Jumat mengucurkan bantuan keuangan makro darurat sebesar 300 juta euro atau setara 327 juta dolar AS. Kucuran dana ini untuk mendukung keuangan Ukraina, sebagai bagian dari tahap pertama paket bantuan keuangan dengan total 1,2 miliar euro atau 1,3 miliar dolar AS.
"Krisis ini belum pernah terjadi sebelumnya. Dan begitu pula persatuan dan kecepatan reaksi yang telah ditunjukkan oleh demokrasi kita sejauh ini. Ukraina akan menang," kata von der Leyen.
Menurut data PBB, setidaknya 564 warga sipil telah tewas dan 957 lainnya terluka di Ukraina sejak Rusia melakukan invasi pada 24 Februari. PBB memperingatkan bahwa kondisi di lapangan menjadi kendala untuk memverifikasi jumlah sebenarnya.
Menurut badan pengungsi PBB, lebih dari 2,5 juta warga Ukraina telah melarikan diri ke negara-negara tetangga. Sekitar 2 juta orang lainnya diperkirakan mengungsi di dalam wilayah Ukraina.