REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Kementerian ESDM sedang melakukan kajian untuk mempercepat penghentian operasional PLTU dalam rangka transisi energi.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan dalam mempensiunkan PLTU, PLN akan melakukan beberapa tahap. Pertama, hingga 2030 mendatang PLN akan mempensiunkan 5,5 GW PLTU.
Kedua, pada 2040 PLN akan mempensiunkan PLTU subcritical sebesar 10 gigawatt (GW). Ketiga, pada akhirnya PLTU subcritical sebesar 18 GW dan supercritical 7 GW juga akan dipensiunkan pada tahun 2050.
"Tahap terakhir pada tahun 2055, PLTU ultra super critical 10 GW dipensiunkan," ujar Darmawan secara virtual, Kamis (24/2).
Persoalannya, sejumlah PLTU yang beroperasi saat ini dan hingga seluruh PLTU proyek 35 GW selesai tak sepenuhnya dioperasikan oleh PLN. Hampir setengah dari PLTU yang ada dibangun dan dioperasionalkan oleh IPP.
Darmawan mengatakan aat ini PLN dan Pemerintah sedang berdiskusi terkait rencana untuk mempercepat pensiunnya beberapa PLTU. Kata Darmawan, ada beberapa PLTU yang masa kontraknya habis di 2056 dan sedang dicari skema bersama pemerintah untuk bisa dipercepat pensiunnya.
"Mungkin yang habis masa kontraknya 2056 ini bisa kita percepat di 2050 misalnya. Tentu ini ada konsekuensi bisnis, yang saat ini masih kami diskusikan dengan pemerintah," ujar Darmawan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengamini hal ini. Saat ini pemerintah dan PLN sedang mengkaji kemungkinan adanya early retairment bagi PLTU yang akan habis masa kontraknya di 2054-2056 mendatang.
Kata Dadan, sejatinya PLTU yang sudah habis kontrak maka harus dikembalikan kepada pemerintah dan kemudian pemerintah mengambil keputusan untuk menghentikan operasionalnya.
"Kontrak terakhir PLTU yang ada itu di 2056 mendatang. Tentu kami sangat menghargai kontrak yang ada. Oleh sebab itu kami sedang melakukan pembahasan terkait rencana ini," kata Dadan.