REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kenaikan harga telur ayam ras yang tembus hingga lebih dari Rp 30 ribu per kilogram (kg) dinilai para peternak murni akibat hukum pasar. Hal itu tidak terlepas dari peningkatan permintaan terhadap telur pada akhir tahun ini cenderung meningkat.
Ketua Pinsar Petelur Nasional (PPN) Yudianto Yosgiarso, menjelaskan, ada dua momen yang memacu peningkatan permintaan telur, yakni perayaan Natal serta Tahun Baru 2022. Aktivitas masyarakat turut mengalami kenaikan setelah pemerintah membatalkan kebijakan PPKM Nataru."Kebutuhan dari masyarakat meningkat karena aktivitas yang sudah lama di rumah. Ketika menghadapi liburan, semua kaget. Hotel, restoran, dan warung-warung semuanya bangkit," kata Yudianto kepada Republika.co.id, Senin (27/12).
Meningkatnya permintaan telur dari masyarakat diakui para anggota PPN hampir di seluruh wilayah. Industri hotel, restoran, dan katering (horeka) mulai bergeliat di akhir tahun ini dan berdampak pada meningkatkan kebutuhan bahan pangan seperti telur.
Di satu sisi, ia menilai kenaikan permintaan juga dipicu oleh pengadaan bantuan sosial oleh pemerintah. "Kami berterima kasih kepada pemerintah yang ikut membantu masyarakat kurang mampu dengan memberikan bantuan seperti telur karena paling mudah didistribusikan dan disimpan," katanya.
Namun, ia menyarankan agar ke depan pemerintah tidak memberikan bantuan sosial secara sekaligus setiap tiga atau empat bulan sekali. Pasalnya, mekanisme itu membuat efek kejut terhadap permintaan telur. Bantuan yang diberikan rutin setiap bulan akan membuat kondisi permintaan dan penawaran lebih terukur.
Terlepas dari kenaikan harga akibat tingginya permintaan, Yudianto meminta masyarakat tidak perlu khawatir soal kenaikan harga saat ini. Pasalnya, harga pada Januari mendatang akan kembali melandai seiring permintaan yang kembali normal.
Selain permintaan, Yudianto menyampaikan, harga pakan yang tinggi saat ini turut mendongkrak harga. Saat ini harga pakan jadi untuk ayam petelur rata-rata mencapai Rp 7.000 per kilogram naik cukup tinggi sebelum ada kenaikan di mana harga pakan sekitar Rp 5.250 per kg.
Lebih jauh soal pakan, Presiden Peternak Layer Nasional (PLN), Ki Musbar Mesdi, menjelaskan, harga pakan yang tinggi saat ini salah satunya disebabkan oleh harga jagung yang sudah tembus di atas Rp 6.000 per kg. Padahal, pemakaian jagung untuk memproduksi pakan sekitar 50 persen sehingga akan sangat berpengaruh.
Ia mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah mengklaim bahwa produksi jagung surplus hingga 2 juta ton. Namun, nyatanya harga tetap tinggi."Padahal, kalau kita mau bicara jujur, petani itu paling terima harga jagung di bawah Rp 3000 per kg dengan kadar air 30 persen. Artinya harga jagung siapa yang menikmati? Ya tengkulak dan pedagang," kata dia.
Baca juga : Telur Ayam Tembus Rp 30 Ribu per Kg, Ini Penjelasan Kemendag
Ia menyarankan agar pemerintah mengambil terobosan kebijakan importasi jagung dengan memberikan rekomendasi impor kepada perusahana-perusahaan perunggasan yang sudah mampu menembus ekspor.
Adapun pengaturan pemaskan impor jagung dapat diatur oleh Kemendag melalui Surat Persetujuan Impor yang disesuaikan dengan jadwal tanam dan panen jagung dalam negeri sehingga tidak merugikan petani. "Urusan ini sebetulnya sederhana," kata dia.