Selasa 16 Nov 2021 04:07 WIB

Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Belum Normal

Indeks pembangunan manusia belum mencerminkan pemerataan ekonomi.

Rep: Ronggo Astungkoro/Novita Intan/Dedy Darmawan/ Red: Friska Yolandha
Pegawai beristirahat makan siang di salah satu kantor di Jakarta, Senin (14/6). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun ini meskipun masih dalam situasi pandemi Covid-19. IPM tahun 2021 naik 0,49 persen dari 71,94 di 2020 menjadi 72,29 poin.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Pegawai beristirahat makan siang di salah satu kantor di Jakarta, Senin (14/6). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun ini meskipun masih dalam situasi pandemi Covid-19. IPM tahun 2021 naik 0,49 persen dari 71,94 di 2020 menjadi 72,29 poin.

REPUBLIKA.CO.ID, Ronggo Astungkoro, Novita Intan, Dedy Darmawan

JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indef, Ahmad Tauhid, menilai, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2021 masih belum kembali normal. Menurut dia, angka pengeluaran per kapita per tahun yang menjadi salah satu dimensi IPM masih belum kembali ke angka sebelum pandemi Covid-19.

Baca Juga

"Kalau lihat riilnya memang belum bisa kembali normal ke posisi 2019. Itu yang menyebabkan kenapa kita pertumbuhan komponen IPM-nya naik tapi sedikit. Karena masih turun dan belum kembali normal," ungkap Tauhid lewat telepon, Senin (15/11).

Tauhid menjelaskan, dari semua indikator IPM yang ada, yang mengalami penurunan secara drastis adalah pengeluaran per kapita per tahun. Menurut dia, angka Rp 11.156.000 yang didapatkan tahun ini masih belum kembali ke angka sebelum pandemi Covid-19. Pada 2019, angka tersebut berada di Rp 11.299.000 dan turun menjadi Rp 11.013.000 pada 2020.

"Pengeluaran ini sangat terkait dengan pendapatan. Pendapatan itu sangat terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Ketika ekonomi kita mengalami turun kemarin dua persen di tahun 2020, otomatis pendapatan masyarakat secara umum turun dan 2021 ada sedikit peningkatan," jelas dia.

Untuk dimensi atau indikator lainnya seperti umur harapan hidup, walaupun tersendat, tren angkanya tidak pernah turun dalam beberapa tahun terakhir. Ketika sebelum pandemi berada di angka 71,34, pada 2020 naik menjadi 71,47, dan pada 2021 ini kembali meningkat menjadi 71,57. Menurut dia, hal serupa juga terjadi di angka rata-rata lama sekolah.

"Kenapa satu indikator dan indikator lainnya ini beda, karena indikator pengeluaran perkapita itu sangat sensitif terhadap kondisi ekonomi. Beda misalnya angka harapan lama sekolah. Ekonomi turun, orang masih bisa sekolah secara umum karena misalnya sebagian besar subsidi pemerintah masih ada. Walaupun pandemi, mereka masih bisa sekolah," kata dia.

Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) sebesar 0,49 persen belum mencerminkan faktor pemerataan ekonomi. Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan pendapatan per kapita tidak bisa dijadikan acuan tunggal kualitas IPM, sehingga diperlukan perbandingan indikator lainnya.

“Pendapatan kapita meningkat belum cerminkan faktor pemerataan ekonomi. Jika ada kenaikan pendapatan di daerah perlu dicek dulu apakah angka ketimpangannya tinggi. Kondisi ini kerap terjadi pada daerah yang kaya SDA. Ketika 2020-2021 terjadi commodity boom banyak OKB (orang kaya baru) di daerah penghasil batubara dan sawit,” ujarnya ketika dihubungi, Senin (15/11).

Bhima juga menyebut kenaikan IPM juga belum menentukan kualitas infrastruktur dan pendidikan. Hal ini karena kenaikan booming komoditas dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat kelompok 20 persen teratas. 

“Selama masa pandemi juga terjadi kenaikan orang kaya baru sebanyak 65.000 orang. Banyak juga yang mendadak kaya dari teknologi digital, tapi disisi lain kehadiran internet hanya memberikan efek kenaikan pendapatan terhadap satu persen keluarga miskin,” ucapnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun ini meskipun masih dalam situasi pandemi Covid-19. IPM tahun 2021 naik 0,49 persen dari 71,94 di 2020 menjadi 72,29 poin.

"IPM meningkat didorong oleh meningkatnya semua dimensi pendukungnya pada tahun ini. Sejak 2016 IPM Indonesia sudah berstatus tinggi," kata Kepala BPS, Margo Yuwono dalam konferensi pers, Senin.

Margo menjabarkan, umur harapan hidup bayi di Indonesia saat lahir kini hingga 71,57 tahun. Angka tersebut meningkat sekitar 0,14 persen dari umur harapan hidup tahun lalu.

Sementara itu untuk dimensi kedua yakni harapan lama sekolah yang juga bertambah. Rata-rata lama sekolah saat ini selama 8,54 tahun, itu mengalami kenaikan 0,71 persen. Adapun harapan lama sekolah mencapai 13,08 tahun atau naik 0,77 persen.

Pada dimensi ketiga, BPS juga mencatat adanya kenaikan pengeluaran per kapita per tahun. Tahun 2021, Margo mengatakan rata-rata pengeluaran mencapai Rp 11.156.000. Angka tersebut meningkat 1,3 persen dari kondisi tahun lalu.

Lebih lanjut berdasarkan kewilayahan, status pembangunan manusia tertinggi terdapat di Ibu Kota Jakarta dengan angka 81,11 poin. "Status DKI Jakarta termasuk sangat tinggi," kata dia.

Sebaliknya, Papua saat ini memiliki tingkat pembangunan manusia terendah dengan angka 60,62 poin. Level tersebut masuk dalam status sedang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement