REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia mengusulkan Deklarasi Bali untuk Memerangi Perdagangan Ilegal Merkuri dalam kegiatan Pertemuan ke-4 Konferensi Para Pihak (COP-4) Konvensi Minamata tahap pertama yang dilaksanakan pada 1-5 November 2021 lalu. Melalui deklarasi itu diharapkan nantinya terbentuk penguatan kerja sama internasional untuk memerangi perdagangan ilegal merkuri yang bersifat lintas batas negara.
"Kita mengusulkan yang kita sebut sebagai Bali Declaration on Combating Ilegal Trade of Mercury, Deklarasi Bali untuk Memerangi Perdagangan Ilegal Merkuri. Deklarasi ini sebetulnya mempunyai tiga tujuan utama," ungkap Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian Luar Negeri, Muhsin Syihab, dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (6/11).
Muhsin menerangkan, tiga tujuan utama itu berupa tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Dia menjelaskan, tujuan jangka pendek dari deklarasi tersebut ialah mengarusutamakan isu perdagangan ilegal merkuri di forum internasional dan kepada masyarakat internasional secara umum.
"Bahwa perdagangan ilegal merkuri sangat-sangat mengganggu dan bahkan bisa menghambat implementasi Konvensi Minamata. Itu yang pertama, mengarusutamakan," jelas dia.
Kemudian, untuk tujuan jangka menengahnya berupa memantik adanya penguatan kerja sama internasional dalam memerangi perdagangan ilegal merkuri. Sebab, kata dia, perdagangan ilegal merkuri bersifat lintas batas dan lintas negara. Menurut dia, tidak akan ada negara yang dapat menyelesaikan persoalan itu sendirian.
"Kalau kita membatasi diri kita hanya dengan negara-negara tertentu secara rigid, maka kita pasti akan kalah dengan cara-cara mereka yang melalukan perdagangan lintas batas tadi. Karena itu diperlukan kerja sama internasional," ujar Muhsin.
Sementara itu, tujuan jangka panjang dari deklarasi itu ialah terbentuknya tata kelola global yang mengikat tentang perdagangan ilegal merkuri. Dia menilai, itu dapat dicapai ketika kesadaran akan perdagangan ilegal merkuri sudah dimiliki oleh masyarakat internasional dan sudah adanya kerja sama yang baik antarnegara.
"Kita harapkan ada tata kelola global yang mengikat tentang perdagangan ilegal merkuri. Jadi yang kita usulkan ini kalau dapat diterima dengan baik akan mempunyai dampak sistemik dan global," kata Mushin.
Muhsin menyampaikan, semua itu sudah disampaikan dalam satu sesi khusus pada kegiatan COP-4 Konvensi Minamata. Dari pemaparan tersebut, Indonesia sudah menerima timbal balik pandangan dari negara pihak lainnya baik lisan maupun tertulis dan akan mencoba mengonsolidasi semua itu.
"Kita akan mengonsolidasi semua masukan tertulis itu dan kita sudah mengidentifikasi negara-negara yang perlu kita dekati secara khusus karena mungkin perlu pendalaman dialog secara bilateral," jelas dia.
Dalam COP-4 Konvensi Minamata tahap pertama ini terdapat dua kesepakatan yang sudah dicapai. Pertama, mengenai pelaksanaan COP-4 Konvensi Minamata tahap kedua yang akan diselenggarakan di Bali pada 21-25 Maret 2022 mendatang. Kedua, terkait program of work and budget untuk tahun 2022.
"Kenapa ini penting, karena terkait dengan fungsi Konvensi Minamata yang sudah memasuki masa implementasi. Karena itu program of work dan budget akan sangat berpengaruh terhadap bagaimana negara-negara melaksanakan implementasi itu," tutur Muhsin.