REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja ekspor maupun impor barang Indonesia sepanjang bulan September 2021 kompak mengalami penurunan secara bulanan (month to month/mtm). Meski demikian, neraca dagang masih bisa mencatatkan surplus sebesar 4,37 miliar dolar AS.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono, mengatakan, total nilai ekspor tercatat sebesar 20,6 miliar dolar AS. Angka tersebut turun 3,84 persen. Penurunan itu disumbang oleh penurunan ekspor migas tercatat anjlok 12,56 persen sedangkan ekspor nonmigas turun 3,38 persen.
"Penurunan ekspor terbesar yakni ke Jepang 107,7 juta dolar AS, Belanda turun 116,8 juta dolar AS, Pakistan turun 132,1 juta dolar AS, China turun 236,5 juta dolar AS, serta India turun sebesar 482,5 juta dolar AS," kata Margo dalam konferensi pers, Jumat (15/10).
Khusus penurunan ekspor ke India dan China yang cukup tinggi, Margo menjelaskan, penurunan ekspor ke India utamanya disebabkan oleh turunnya ekspor lemak dan minyak hewan/nabati yang turun 67,63 persen, dan pupuk turun 53,35 persen.
Adapun ke China disumbang oleh penurunan ekspor bahan bakar mineral 15,22 persen serta lemak dan minyak hewan/nabati yang juga anjlok 19,02 persen. Seperti diketahui, di India dan China tengah terjadi krisis energi. Namun, Margo belum dapat mengkonfirmasi apakah penurunan ekspor tersebut berkaitan dengan krisis energi atau tidak.
"Kita belum bisa kaitkan secara langsung tapi ini bisa dipelajari," ujarnya.
Namun secara keseluruhan, ia menilai turunnya ekspor pada bulan September lebih bukan karena penurunan harga komoditas, namun karena melemahnya permintaan global. "Sebab, kalau dilihat volume ekspor non migas itu turun 6,24 persen. Jadi ini dapat diartikan ada penurunan permintaan dari negara mitra dagang," kata dia.
Sementara itu dari sisi impor, BPS mencatat sebesar 16,23 miliar dolar AS, turun 2,67 persen secara mtm. Impor migas mengalami penurunan 8,9 persen sedangkan nonmigas juga turun 1,8 persen.
Dari segi penggunaan barang, impor konsumsi, bahan baku, dan barang modal masing-masing turun 5,28 persen, 2,2 persen, dan 2,66 persen. Meski demikian, Margo menilai, hal itu masih cukup positif dan tidak mencerminkan adanya penurunan permintaan terhadap industri di dalam negeri.
Sebab, rata-rata angka impor bulanan pada September 2021 secara total masih lebih tinggi dibanding September 2020 maupun 2019. "Ini masih mencerminkan ada geliat ekonomi karena permintaan dalam negeri masih bagus," ujar dia.