Jumat 01 Oct 2021 23:55 WIB

Kini BPR Sah dan Legal Ikut Lelang

BPR secara sah dapat mengikuti lelang untuk membeli agunan dari debitur macet.

BPR Lestari
Foto: Istimewa
BPR Lestari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materiil Pasal 12A ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diajukan oleh BPR Lestari.

Kini, BPR secara sah dapat mengikuti lelang untuk membeli agunan dari debitur macet melalui lelang dan non-lelang. Keputusan ini sekaligus menunjukkan bahwa BPR memiliki peran yang sama dengan bank umum dalam memberikan layanan di bidang keuangan kepada masyarakat.

“BPR terhambat untuk menyelesaikan kredit macetnya pada saat lelang agunan. Sekalipun tidak ada peminatnya dan pada akhirnya kredit macet menjadi terkatung-katung dan tidak dapat ditutup atau diselesaikan,” ujar Direktur Utama BPR Lestari Bali, Pribadi Budiono, dalam rilisnya, Jumat (1/10).

Pengajuan untuk uji materiil ini juga mewakili semua BPR yang mengalami kesulitan yang sama dalam menyelesaikan kredit debitur macet. “Ini adalah hadiah besar bagi BPR. Dalam situasi pandemi ini industri BPR banyak mengalami kesulitan berkaitan dengan kredit yang gagal bayar. Dengan hadirnya pemerintah yang memberikan perlindungan melalui amar putusan MK ini, BPR mempunyai fasilitas yang bisa digunakan untuk menyelamatkan aset BPR secara legal dan/atau dilindungi oleh negara. Maka dengan demikian, upaya penyelesaian debitur gagal bayar itu bisa dipilih secara persuasif atau melalui jalur hukum dan semua itu sudah ada fasilitas yang sah”, ujar I Made Suarja, S.H, Pengurus DPD Perbarindo Bali sekaligus Direktur Utama BPR Udary.

Putusan MK ini memberikan kepastian hukum buat industri BPR dalam rangka menyelesaikan kredit yang macet, yang pada gilirannya akan menyehatkan industri perbankan secara keseluruhan. Namun Pribadi juga menepis anggapan sementara orang bahwa bank akan agresif mengeksekusi aset atau jaminan.

"Tidak benar, tidak beralasan dan tidak logis, kalau bank diisukan hendak mengambil paksa aset nasabahnya. Tugas kami adalah menagih pinjaman. Bank selalu mengusahakan yang terbaik. Keberlangsungan usaha nasabah adalah masa depan kami. Jika di tengah jalan ada kesulitan atau kendala, datanglah untuk berunding mencari jalan keluar,” kata Pribadi.

"Jika debitur memenuhi kewajibannya, tidak ada kekuasaan apapun yg bisa memaksa bank mengeksekusi jaminan nasabah. Kami hanya ingin pinjaman uang kami kembali. Tidak ingin asset. Pinjaman itu uang nasabah/deposan yg diamanatkan kepada kami di bank. Adalah tugas kami mengupayakan pengembalian pinjaman," ujar Pribadi menambahkan.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement