REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menegaskan komitmen Kementerian BUMN dalam mendukung penegakan hukum terhadap adanya indikasi korupsi pada tubuh BUMN. Erick menyebut PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN Group dan PT Krakatau Steel sebagai dua contoh kasus tersebut.
Erick menilai utang PTPN sebesar Rp 43 triliun tak terlepas dari adanya indikasi korupsi. Manajemen PTPN saat ini tengah berjuang melakukan transformasi bisnis guna menciptakan efisiensi.
"Kita tidak boleh merem mata juga kalau yang sebelum ini ada tindak pidana korupsi yang harus dipertanggungjawabkan. Jangan sampai direksi baru, komisaris baru, terkena karena dibilang melakukan pembiaran," ujar Erick dalam program Girls Takeover di kantor Telkomsel, Jakarta, Kamis (30/9).
Pun dengan Krakatau Steel. Erick mengatakan Krakatau Steel memiliki utang hingga dua miliar dolar AS atau Rp 31 triliun akibat investasi pada blast furnace atau peleburan tanur tinggi senilai 850 juta dolar AS yang saat ini justru mangkrak. Erick menyebut manajemen Krakatau Steel yang sekarang telah melakukan sejumlah tahap perbaikan, termasuk dalam melakukan restrukturisasi utang perusahaan.
"Krakatau Steel sedang restrukturisasi, sudah berjalan tahap I dan II, tapi yang masalah blast furnace harus ditindaklanjuti, kalau memang ada indikasi korupsi ya harus diselesaikan," ungkap Erick.
Baca juga : G30STWK, Dipecatnya Pegawai Berintegritas KPK
Erick tak ingin persoalan korupsi justru menghambat minat investor untuk bekerja sama dengan Krakatau Steel dalam industri baja. Erick tak ingin hal ini terjadi, terlebih saat ini harga baja tengah naik.
"Ini juga supaya komisaris dan direksi yang sekarang, hasil restrukturisasi ini sudah semangat kerjanya, yang tadinya rugi jadi untung, ini kan kasus lama, jangan mereka yang sedang melakukan kegiatan ini akhirnya menjadi bagian karena dianggap melakukan pembiaran," ucap Erick.