Kamis 30 Sep 2021 14:25 WIB

China Pamerkan Teknologi Militer Canggih yang Dulu Rahasia

China memiliki drone WZ-7 Xianglong yang diyakini setara canggih dengan drone AS.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) menampilkan drone supersonik ketinggian tinggi WZ-8 selama Pameran Penerbangan dan Dirgantara Internasional China ke-13, juga dikenal sebagai Airshow China 2021 pada Selasa, 28 September 2021, di Zhuhai di China selatan. Provinsi Guangdong.
Foto: AP/Ng Han Guan
Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) menampilkan drone supersonik ketinggian tinggi WZ-8 selama Pameran Penerbangan dan Dirgantara Internasional China ke-13, juga dikenal sebagai Airshow China 2021 pada Selasa, 28 September 2021, di Zhuhai di China selatan. Provinsi Guangdong.

REPUBLIKA.CO.ID, ZHUHAI -- China memamerkan teknologi militer kelas atas yang dulunya sangat rahasia di pertunjukan udara terbesarnya, Airshow Cina, pekan ini. Negara ini pun menyiarkan ambisinya yang berkembang dalam eksplorasi ruang angkasa dan untuk swasembada dalam pesawat komersial.

"Platform-platform utama yang beroperasi dengan PLAAF – yang sebelumnya telah dioperasikan dengan sangat rahasia – ditampilkan kepada publik untuk pertama kalinya telah menarik banyak perhatian dari audiens internasional," kata editor Janes yang berbasis di Singapura, Kelvin Wong.

Baca Juga

Wong menunjuk ke WZ-7 Xianglong yang merupakan drone pengintai jarak jauh dengan ketinggian tinggi yang kira-kira setara dengan Northrop Grumman RQ-4 Global Hawk buatan Amerika Serikat (AS) tetapi dengan mesin yang lebih rendah. WZ-7 telah terlihat beroperasi dari pangkalan udara yang dekat dengan perbatasan Cina-India serta perbatasan Korea Utara dan Laut China Selatan.

China telah bekerja keras untuk meningkatkan kinerja mesin buatannya sendiri, yang tertinggal dari teknologi Barat. Di pameran itu, untuk pertama kalinya Beijing akan menerbangkan jet tempur J-20 dengan mesin China daripada Rusia.

Kepala perancang pesawat menyatakan kepada Global Times pada Rabu (29/9), pengujian juga sedang dilakukan untuk dua jenis mesin domestik untuk pesawat angkut Y-20. Pesawat tempur perang elektronik J-16D yang paling mirip dengan EA-18G Growler buatan AS juga dipamerkan di darat. Menurut para ahli kemampuannya dapat membantunya mengikis pertahanan anti-pesawat Taiwan jika terjadi konflik.

Wong mengatakan setidaknya tiga jenis jamming pod digantung di pesawat. Fitur itu menunjukkan bahwa masing-masing dirancang untuk mengganggu bagian spektrum elektronik yang berbeda.

China juga mengungkapkan sedang mengerjakan drone loyal wingman untuk membantu melindungi jet tempur berawak yang lebih mahal. Pembaruan ini sejalan dengan proyek saingan di AS, Inggris, Australia, India, dan Rusia.

Selain itu, Beijing juga mengungkapkan pihaknya akan meluncurkan roket bertenaga besar generasi berikutnya. Armada baru ini cukup kuat untuk mengirim pesawat ruang angkasa berawak ke bulan pada 2028 atau dua tahun lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya.

Sedangkan untuk pesawat komersial, Cina meningkatkan upaya untuk menjadi lebih mandiri dalam teknologi utama di tengah ketegangan perdagangan dengan AS. Aero Engine Corp of China menampilkan model mesin CJ1000 yang berputar dan berukuran penuh yang sedang dikembangkan untuk pesawat berbadan sempit C919, yang pada akhirnya dapat menggantikan mesin CFM International LEAP-1C yang diimpor.

Jenis C919 lebih sulit untuk memenuhi target sertifikasi dan produksi akibat kebijakan aturan ekspor AS yang keras.  "Dengan pasar domestik yang tak tertandingi dan semakin meningkatnya partisipasi investasi swasta, hanya masalah waktu bagi China untuk menyelesaikan hambatan teknologi eksternal," ujar pemimpin redaksi majalah Aerospace Knowledge yang berbasis di Beijing, Wang Yanan.

Pembuat pesawat Barat juga merasa semakin sulit untuk mendapatkan sertifikasi untuk model baru yang akan bersaing dengan pesawat buatan China. Airbus A220, Embraer seri E-Jet E2, dan turboprop ATR 42-600 belum disetujui oleh regulator penerbangan China meskipun telah beroperasi di tempat lain selama bertahun-tahun.

Boeing mengatakan pihaknya tetap berharap 737 MAX akan menerima persetujuan untuk kembali di Cina pada akhir tahun setelah dilarang terbang selama lebih dari dua tahun.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement