REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan pihaknya telah melakukan stress test dalam mengantisipasi dampak pengurangan likuiditas alias tapering off Bank Sentral AS, The Fed."Kami terus melakukan stress test maupun evaluasi baik mingguan dan bulanan, serta kami terus memperbaharui informasi dan menakar dampaknya terhadap Indonesia," kata Perry dalam Konferensi Pers Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan September 2021 secara daring di Jakarta, Selasa (21/9).
Ia membeberkan hasil stress test menunjukkan bahwa tapering yang kemungkinan akan dilakukan Fed pada November 2021 akan memberi dampak yang jauh lebih kecil dari taper tantrum pada 2013. Setidaknya terdapat tiga alasan yang menyebabkan hal tersebut, yakni pertama yaitu semakin jelasnya komunikasi Fed kepada investor, media, dan masyarakat mengenai rencana tapering yang diterima dengan sangat baik oleh pasar.
Hal tersebut, kata Perry, terlihat dari indikator tingkat suku bunga obligasi Negeri Paman Sam yang tidak naik secara signifkan pada saat ini."Berbeda dengan tahun 2013 di mana suku bunga US Treasury Note 10 tahun naik menjadi 3,5 persen," ucap dia.
Kedua, alasan lainnya yaitu langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah yang terus membaik saat ini oleh BI bersama dengan Kementerian Keuangan, terutama melalui triple intervention di pasar spot, Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Ketiga, ia mengatakan, hal tersebut juga ditopang oleh ketahanan eksternal Indonesia yang terus terjaga dengan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang akan terus membaik, serta cadangan devisa yang kuat.